Lebih dari beberapa hari setelah penembakan mematikan di Brown University, otoritas federal dan lokal masih memburu sosok bersenjata yang menewaskan dua mahasiswa dan melukai sembilan lainnya di kampus Ivy League di Providence, Rhode Island. Hingga kini, identitas pelaku belum diketahui, sementara publikasi seperti PBS News merangkum serpihan informasi yang telah dikonfirmasi tentang terduga pelaku dan penyelidikan yang sedang berjalan.
Penembakan terjadi pada Sabtu, 13 Desember 2025, sekitar pukul 16.00 waktu setempat di gedung Barus & Holley, yang menampung departemen teknik dan fisika Brown University. Seorang pria bersenjata memasuki ruang kuliah di lantai satu ketika sesi ulasan menjelang ujian akhir mata kuliah pengantar ekonomi sedang berlangsung, lalu melepaskan tembakan ke arah puluhan mahasiswa. Dua mahasiswa — Ella Cook dan MukhammadAziz Umurzokov — tewas, sementara sembilan lainnya mengalami luka tembak, menjadikan insiden ini salah satu serangan bersenjata paling mematikan di kampus Amerika Serikat pada 2025. Data awal yang dirangkum media nasional mencatat total 11 korban, dengan satu korban masih dalam kondisi kritis beberapa hari setelah kejadian.
Berbeda dengan banyak kasus penembakan kampus lain di mana identitas pelaku cepat dipublikasikan, penyelidikan penembakan Brown University sejauh ini berjalan tanpa nama tersangka yang telah dikonfirmasi. Yang dimiliki penyidik adalah serangkaian rekaman dan foto dari kamera pengawas di lingkungan sekitar kampus.
Berdasarkan keterangan FBI dan Kepolisian Providence yang dikutip PBS, sosok yang dicari digambarkan sebagai seorang laki-laki dengan tinggi sekitar 5 kaki 8 inci (sekitar 173 sentimeter) dengan postur tubuh kekar atau berisi. Dalam berbagai video yang dirilis polisi, ia terlihat mengenakan pakaian serba gelap, termasuk jaket gelap, topi (beanie) berwarna hitam, sarung tangan, serta masker bedah berwarna gelap yang menutupi sebagian besar wajahnya. Rekaman yang ditingkatkan kualitas gambarnya (“enhanced footage”) dan dipublikasikan pada pertengahan pekan menunjukkan individu yang sama berjalan di trotoar kawasan East Side Providence sekitar dua jam sebelum penembakan, tampak beberapa kali menoleh ke sekitar seolah-olah sedang mengamati lingkungan.
Kamera di permukiman sekitar juga menangkap pergerakan sosok yang diduga pelaku di sejumlah ruas jalan yang berdekatan dengan kampus beberapa jam sebelum kejadian, termasuk di Manning, Cooke, dan George Street. Dalam rekaman yang diringkas oleh kantor berita Associated Press, ia terlihat beberapa kali muncul, kemudian menghilang dari jangkauan kamera sebelum kembali mendekati area parkir di dekat gedung teknik tak lama sebelum penembakan berlangsung.
Penyidik meyakini pelaku menggunakan pistol 9 mm, berdasarkan selongsong peluru yang ditemukan di lokasi kejadian, sebagaimana dikonfirmasi Kepala Polisi Providence Oscar Perez dan dikutip oleh PBS dan sejumlah media nasional. Pistol jenis ini adalah salah satu senjata genggam paling umum di Amerika Serikat, yang banyak digunakan baik secara legal maupun ilegal dalam insiden kekerasan bersenjata.
Ironisnya, insiden terjadi di bagian lama gedung Barus & Holley — area yang justru memiliki lebih sedikit kamera pengawas atau bahkan hampir tidak ada kamera, menurut keterangan Jaksa Agung Rhode Island Peter Neronha. Pengawasan yang relatif rendah ini menciptakan “titik buta” yang dimanfaatkan pelaku untuk masuk dan keluar ruangan tanpa terekam secara jelas, meskipun Brown University dilaporkan memiliki sekitar 1.200 kamera di seluruh kampus.
Hingga memasuki hari kelima setelah penembakan, polisi belum mengumumkan identitas pelaku maupun motif serangan. Pejabat penegak hukum menyatakan bahwa mereka belum menemukan bukti bahwa pelaku menargetkan individu tertentu; sebaliknya, ruang kelas besar tempat puluhan mahasiswa mengikuti sesi ulasan tampak dipilih sebagai sasaran umum. FBI dan kepolisian setempat menekankan bahwa motif masih “dalam penyelidikan” dan belum ada indikasi jelas apakah serangan berkaitan dengan konflik pribadi, ekstremisme ideologis, atau faktor lain.
Dalam upaya mempercepat pengungkapan kasus, FBI membuka saluran tip publik dan menawarkan hadiah 50.000 dolar AS bagi siapa saja yang memberikan informasi yang berujung pada identifikasi, penangkapan, dan pemidanaan pelaku. Pihak berwenang juga meminta warga sekitar untuk menyerahkan rekaman kamera bel pintu, CCTV toko, maupun video ponsel yang mungkin merekam pergerakan terduga pelaku sebelum dan sesudah penembakan.
Penyelidikan sempat mengarah kepada seorang pria berusia 24 tahun dari Wisconsin yang ditahan di sebuah hotel di Coventry, Rhode Island, setelah polisi menerima tip anonim. Namun, setelah serangkaian pemeriksaan, termasuk uji balistik terhadap senjata yang ia miliki, jaksa agung negara bagian menyatakan bahwa tidak ada dasar hukum untuk menahannya lebih lama dan bahwa pria tersebut tidak lagi dianggap sebagai “person of interest”. Pengembangan ini, meski dianggap sebagai kemunduran, juga menggambarkan dinamika penyelidikan kasus penembakan besar, di mana sejumlah jalur dugaan harus dibuka dan ditutup dengan cepat seiring masuknya informasi baru.
Penembakan di Brown University menambah panjang daftar insiden kekerasan bersenjata di kampus dan institusi pendidikan di Amerika Serikat, yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren mengkhawatirkan. Menurut data organisasi nirlaba Gun Violence Archive, pada 2024 terdapat lebih dari 650 insiden penembakan massal di seluruh Amerika Serikat, sementara sekolah dan kampus berkali-kali menjadi lokasi tragedi serupa meski menampung populasi pelajar yang relatif kecil dibandingkan total penduduk.
Riset Universitas Maryland yang mengelola National Consortium for the Study of Terrorism and Responses to Terrorism (START) menunjukkan bahwa penyerangan bersenjata di kampus sering kali dilakukan oleh pelaku tunggal, laki-laki, dengan akses mudah ke senjata api dan pola persiapan lokasi sebelum serangan — gambaran yang sejauh ini tampak selaras dengan fakta-fakta awal penembakan Brown University, meski motif spesifiknya belum jelas.
Kasus Brown University dengan cepat memicu perdebatan soal standar keamanan kampus, khususnya terkait liputan kamera pengawas, respons sistem peringatan dini, dan akses publik ke gedung kuliah. Brown sempat dikritik karena tidak segera mengaktifkan sirene darurat fisik, meski peringatan digital dikirimkan ke komunitas kampus tak lama setelah laporan pertama tentang penembakan.
Dalam beberapa hari setelah kejadian, universitas membatalkan sisa jadwal ujian akhir semester dan mengalihkan perhatian pada dukungan psikologis bagi mahasiswa dan staf. Langkah serupa pernah diambil institusi lain seperti Virginia Tech dan Michigan State University setelah penembakan kampus besar di masa lalu, sebagai bagian dari upaya pemulihan komunitas dan evaluasi ulang protokol keamanan.
Seiring berjalannya waktu tanpa penangkapan, tekanan publik terhadap aparat penegak hukum dan pihak universitas kian meningkat. Warga, keluarga korban, dan komunitas akademik menuntut jawaban: siapa pelaku, mengapa ia memilih kelas ekonomi di gedung teknik, dan bagaimana seorang pria bersenjata dapat memasuki ruang kuliah besar dan menembak tanpa tertangkap kamera dengan jelas.
Untuk saat ini, publik hanya memiliki potongan informasi: deskripsi fisik, rekaman samar dari kamera lingkungan, dan fakta bahwa pelaku kemungkinan besar mempelajari area kampus sebelum menyerang. Seperti disorot laporan PBS News tentang apa yang diketahui sejauh ini mengenai terduga pelaku, penyelidikan masih sangat bergantung pada partisipasi publik dan analisis forensik terhadap bukti terbatas yang tersedia.
Dalam beberapa minggu dan bulan ke depan, arah kasus ini akan banyak ditentukan oleh dua hal: kemampuan teknologi — mulai dari peningkatan kualitas video hingga pelacakan digital — dan kemauan saksi potensial untuk maju. Sampai pelaku berhasil diidentifikasi dan ditangkap, penembakan Brown University akan tetap menjadi pengingat kelam tentang rentannya ruang-ruang belajar terhadap kekerasan bersenjata, bahkan di kampus-kampus elite yang selama ini dianggap aman.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.