Taipei – Gempa bumi bermagnitudo 6,1 mengguncang wilayah pesisir tenggara Taiwan pada Rabu malam, 24 Desember 2025, dengan pusat gempa di Kabupaten Taitung. Guncangan terasa kuat hingga ibu kota Taipei, sekitar ratusan kilometer di utara, membuat gedung-gedung tinggi berayun dan warga berhamburan keluar bangunan.
Image Illustration. Photo by Andres Ayala s. on Unsplash
Otoritas cuaca Taiwan mencatat gempa terjadi pada kedalaman dangkal sekitar 11,9 kilometer, sebuah faktor yang membuat getaran terasa lebih kuat di permukaan meski magnitudonya tergolong menengah. Menurut Central Weather Administration (CWA), episentrum gempa terletak sekitar 10 kilometer di utara Balai Kabupaten Taitung, dengan kedalaman kurang dari 12 kilometer.
Laporan awal dari lembaga pemantau seismik Taiwan menyebutkan gempa utama berkekuatan 6,1 dengan pusat di lepas pantai tenggara pulau, dekat Kabupaten Taitung. Data tersebut sejalan dengan laporan yang dikutip kantor berita internasional yang menyebutkan magnitudo 6,1 dan kedalaman gempa 11,9 kilometer. Laporan CWA yang dikutip media internasional menyebut intensitas maksimum mencapai level 4 pada skala intensitas tujuh tingkat Taiwan di beberapa wilayah, termasuk Hualien dan Pingtung.
Kedalaman gempa yang relatif dangkal membuat energi getaran lebih efektif ditransmisikan ke permukaan. Di Taipei, saksi mata melaporkan guncangan berlangsung sekitar 20–30 detik, cukup lama untuk membuat penghuni apartemen tinggi meninggalkan unit mereka.
Meski berjarak ratusan kilometer dari Taitung, gedung-gedung tinggi di Taipei merasakan ayunan signifikan. Sistem peringatan dini gempa mengirimkan notifikasi ke ponsel warga beberapa detik sebelum guncangan tiba, memberi waktu singkat bagi mereka untuk berlindung.
Seorang jurnalis internasional yang tengah berada di ibu kota melaporkan melalui media sosial bahwa ia menerima peringatan di ponsel sebelum merasakan guncangan ringan namun berkepanjangan, menandakan bahwa sistem peringatan dini Taiwan bekerja sebagaimana dirancang dalam situasi ini.
Selain di Taipei, laporan getaran juga datang dari kota-kota lain di seluruh pulau. Media regional melaporkan bahwa gempa 6,1 ini dirasakan di sejumlah wilayah di Taiwan dan bahkan sampai ke sebagian wilayah China dan Filipina. Namun, tidak ada peringatan tsunami signifikan yang dikeluarkan otoritas kawasan.
Hingga laporan ini ditulis, otoritas belum melaporkan korban jiwa atau kerusakan besar imbas gempa 6,1 di Taitung. Kantor berita internasional yang mengutip pejabat setempat menyebutkan bahwa belum ada laporan kerusakan signifikan pada infrastruktur vital seperti jembatan utama, jalan bebas hambatan, maupun fasilitas energi.
Meski demikian, otoritas penanggulangan bencana tetap mengevakuasi sebagian warga di dekat daerah rawan longsor serta melakukan pengecekan struktur bangunan di sekitar episentrum. Taiwan memiliki standar bangunan tahan gempa yang relatif ketat, yang diyakini ikut berkontribusi mengurangi skala kerusakan pada gempa kali ini.
Secara geologis, Taiwan berada di zona tumbukan kompleks antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Laut Filipina. Posisi ini menjadikan pulau tersebut salah satu wilayah dengan aktivitas seismik tertinggi di dunia, sekaligus bagian dari apa yang dikenal sebagai Cincin Api Pasifik, kawasan yang menyumbang sekitar 81 persen gempa terbesar dunia menurut survei geologi Amerika Serikat.
United States Geological Survey (USGS) menjelaskan bahwa gempa-gempa di sekitar Taiwan umumnya terjadi karena penunjaman dan tumbukan lempeng, yang menciptakan sesar-sesar aktif di daratan maupun lepas pantai. Kondisi tersebut membuat Taiwan kerap mengalami gempa bermagnitudo menengah hingga besar setiap tahun.
Gempa Hualien 2024 itu disebut sebagai yang terkuat dalam 25 tahun terakhir, sejak gempa Jiji 1999 bermagnitudo 7,6, yang menyebabkan sekitar 2.400 orang tewas, melukai sekitar 100.000 orang, dan merusak puluhan ribu bangunan di seluruh pulau.
Sementara itu, sejarah gempa mematikan di Taiwan jauh lebih panjang. Catatan kolonial Jepang dan penelitian modern mencatat bahwa gempa Shinchiku–Taichū tahun 1935 bermagnitudo 7,1 menewaskan sedikitnya 3.276 orang dan melukai lebih dari 12.000 lainnya. Peristiwa itu masih dikenal sebagai gempa paling mematikan dalam sejarah modern Taiwan.
Tingkat korban yang relatif rendah pada banyak gempa menengah di Taiwan kerap dikaitkan dengan pembaruan kode bangunan dan sistem peringatan dini setelah gempa besar 1999. Pemerintah memperketat regulasi konstruksi, terutama untuk gedung tinggi dan infrastruktur publik, guna memastikan struktur mampu menahan guncangan kuat.
Selain itu, sistem peringatan dini gempa yang dikembangkan oleh otoritas meteorologi Taiwan memberikan notifikasi beberapa detik sebelum gelombang utama tiba di wilayah padat penduduk. Walaupun jeda waktu tersebut tampak singkat, bagi operator kereta cepat, pabrik semikonduktor berteknologi tinggi, dan fasilitas kritis lainnya, beberapa detik itu bisa cukup untuk menghentikan operasi dan mengurangi risiko kerusakan maupun kecelakaan.
Meskipun gempa 6,1 di Taitung kali ini tidak menimbulkan kerusakan besar, para pakar memperingatkan bahwa risiko seismik Taiwan tetap tinggi, terutama di kawasan metropolitan padat seperti Taipei, Taichung, Tainan, dan Kaohsiung. Di Taipei saja, jutaan warga tinggal dan bekerja di gedung-gedung bertingkat yang setiap hari menjadi bagian dari siluet kota.
Sejarah menunjukkan bahwa kawasan utara Taiwan juga pernah diguncang gempa merusak, misalnya gempa Keelung tahun 1867 yang diperkirakan bermagnitudo sekitar 7,0 dan memicu tsunami lokal mematikan di pesisir utara, termasuk kerusakan di Taipei. Mempertimbangkan catatan tersebut, otoritas dan pakar kebencanaan menekankan perlunya penguatan berkelanjutan terhadap bangunan lama, pembaruan infrastruktur, serta latihan evakuasi rutin bagi warga.
Gempa 6,1 di Taitung yang getarannya terasa hingga Taipei menjadi pengingat terbaru bahwa Taiwan berdiri di atas wilayah yang secara geologis aktif dan tak pernah benar-benar tenang. Berkat kombinasi standar bangunan yang lebih baik, sistem peringatan dini, dan kesiapsiagaan warga, dampak gempa kali ini tampak terbatas — setidaknya berdasarkan laporan awal.
Namun, pengalaman dari gempa-gempa besar sebelumnya menunjukkan bahwa mitigasi bencana adalah proses jangka panjang yang menuntut pembaruan kebijakan, investasi infrastruktur, serta edukasi publik yang berkesinambungan. Selama Taiwan tetap berada di jalur pertemuan dua lempeng besar dunia, gema peringatan dari kerak bumi akan terus terdengar — dan kesiapsiagaan akan tetap menjadi garis pertahanan pertama bagi jutaan warganya.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.