Warga Myanmar Dibom Saat Asyik Nobar SEA Games 2025, 18 Orang Tewas

AI-assistedNewsFrasa

6 Min to read

Sedang menikmati malam pertandingan sepak bola SEA Games 2025 di sebuah kedai teh sederhana, puluhan warga Desa Mayakan, Kotapraja Tabayin (Depayin), Wilayah Sagaing, Myanmar, mendadak berubah menjadi korban serangan udara militer. Sedikitnya 18 warga sipil dilaporkan tewas dan sekitar 20 lainnya luka-luka ketika sebuah jet tempur menjatuhkan bom tepat di lokasi nonton bareng (nobar) pertandingan Myanmar vs Filipina pada 5 Desember 2025 waktu setempat.

brown concrete building near green grass field during daytime

Image Illustration. Photo by Kentaro Komada on Unsplash

Serangan ini menambah panjang daftar serangan udara mematikan terhadap warga sipil sejak kudeta militer 2021, dan mempertegas pola penggunaan kekuatan udara yang kian brutal menjelang pemilu yang dijadwalkan junta pada akhir Desember 2025.

Nobar Sepak Bola Berujung Maut

Kedai teh di Mayakan, sekitar 120 kilometer barat laut Mandalay, malam itu berubah menjadi ruang komunal bagi warga yang ingin menyaksikan tim nasional Myanmar berlaga di SEA Games 2025. Sebagaimana lazimnya di seluruh negeri, kedai teh berfungsi layaknya “kafe lingkungan” tempat warga berkumpul, berdiskusi, dan menonton siaran langsung olahraga.

Menurut keterangan saksi dan laporan media independen, serangan terjadi tak lama setelah pukul 20.00. Sebuah pesawat tempur menjatuhkan dua bom, menghantam kedai teh dan rumah-rumah di sekitarnya. Di antara korban tewas terdapat seorang anak berusia lima tahun dan dua guru sekolah, sementara lebih dari 20 rumah dilaporkan rusak berat di area sekitar ledakan.

Yang memperparah tragedi, tidak ada laporan pertempuran aktif atau keberadaan pasukan bersenjata oposisi di sekitar Mayakan pada saat serangan. Warga menggambarkan desa tersebut sebagai area relatif tenang meski Wilayah Sagaing sejak dua tahun terakhir menjadi salah satu basis terkuat gerakan perlawanan terhadap junta militer.

Pola Serangan Udara terhadap Warga Sipil

Serangan terhadap penonton nobar sepak bola di Mayakan bukanlah insiden terisolasi. Sejak kudeta militer 1 Februari 2021, angkatan udara Myanmar berulang kali dituduh melakukan serangan terhadap sekolah, gereja, desa, dan acara publik yang dihadiri warga sipil, sering kali jauh dari garis depan pertempuran.

Data stasiun penyiaran independen Democratic Voice of Burma (DVB) menunjukkan bahwa sedikitnya 1.527 orang tewas dan 3.462 lainnya luka-luka akibat serangan udara sejak Maret 2021 hingga akhir 2025. Dari jumlah itu, 1.441 orang dilaporkan tewas hanya dalam 743 serangan udara sepanjang 2024, menggambarkan intensifikasi penggunaan kekuatan udara terhadap wilayah yang dicurigai pro-oposisi.

Sebelumnya, berbagai insiden besar telah menarik kecaman internasional. Pada April 2023, serangan udara di Desa Pazigyi, juga di Wilayah Sagaing, menewaskan sedikitnya 165 orang yang tengah menghadiri pembukaan kantor administrasi lokal kelompok oposisi — salah satu serangan paling mematikan sejak konflik terbaru meletus.

Amnesty International pada awal 2024 juga menyelidiki serangan udara militer di dekat Gereja Baptis Saint Peter di Desa Kanan, Sagaing, yang menewaskan 17 warga sipil termasuk sembilan anak dan melukai lebih dari 20 orang. Organisasi tersebut menilai serangan yang menargetkan warga sipil dan fasilitas keagamaan dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang dan mendesak penyelidikan internasional yang independen.

SEA Games 2025: Momen Persatuan yang Ternodai Perang

SEA Games, pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara, selama ini kerap dipandang sebagai ajang pemersatu kawasan. Siaran pertandingan tim nasional Myanmar biasanya menjadi momen langka di mana warga berbagai latar belakang berkumpul di ruang publik untuk bersorak bagi tim yang sama—bahkan di tengah perpecahan politik yang dalam.

Di Mayakan, suasana itu berubah menjadi mimpi buruk hanya dalam hitungan detik. Laporan saksi menyebutkan bahwa peringatan serangan udara hanya terdengar sesaat sebelum bom dijatuhkan, sehingga warga tidak sempat mencari perlindungan. Banyak korban ditemukan masih mengenakan kaus tim nasional atau duduk di dekat televisi yang remuk oleh ledakan, menggarisbawahi betapa kejadian ini benar-benar menargetkan aktivitas sipil sehari-hari, bukan fasilitas militer ataupun pos perlawanan bersenjata.

Konflik Berkepanjangan dan Eskalasi Menjelang Pemilu

Myanmar memasuki tahun keempat konflik menyusul kudeta militer terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. Aksi protes damai yang pada awalnya memenuhi kota-kota besar dibubarkan dengan kekerasan, mendorong munculnya kelompok perlawanan bersenjata sipil yang kemudian dikenal sebagai People’s Defense Forces (PDF) di berbagai wilayah, termasuk Sagaing dan Magway.

Laporan organisasi pemantau konflik Armed Conflict Location & Event Data Project (ACLED) memperkirakan sedikitnya 80.000 orang tewas dalam kekerasan terkait konflik di Myanmar sejak kudeta 2021, menunjukkan skala eskalasi yang masif dan menyebar ke hampir seluruh wilayah negara.

Serangan udara kedai teh di Mayakan terjadi hanya beberapa pekan sebelum pemilu yang dijanjikan junta pada 28 Desember 2025. Pengamat militer dan kelompok hak asasi manusia menilai meningkatnya frekuensi serangan—termasuk paramotor dan jet tempur—sebagai bagian dari strategi “empat potong” (four cuts) yang bertujuan memutus dukungan logistik, informasi, dan perlindungan masyarakat terhadap kelompok perlawanan dengan cara meneror basis-basis sipil.

Dampak Kemanusiaan: Desa Menggali Bunker, Warga Mengungsi

Di banyak wilayah pedesaan, warga kini menggali bunker darurat, membangun ruang perlindungan sederhana di bawah rumah, dan menyiapkan jalur evakuasi cepat untuk anak-anak setiap kali terdengar suara pesawat. Di Mayakan dan desa-desa sekitar, serangan kedai teh memicu gelombang pengungsian baru, dengan keluarga-keluarga memilih meninggalkan rumah daripada hidup dalam bayang-bayang serangan udara berikutnya.

Human Rights Watch mencatat, hingga Oktober 2025, lebih dari 135 serangan udara menggunakan paramotor—alat terbang ringan yang sulit terdeteksi—telah dilaporkan sejak Desember 2024. Sebagian besar serangan semacam ini menyasar pemukiman, pasar, atau titik kumpul warga sipil, dengan ratusan korban tewas dan luka-luka serta akses bantuan kemanusiaan yang diblokade oleh militer.

Respons Internasional dan Tuntutan Akuntabilitas

Serangan terhadap warga yang sedang menonton pertandingan sepak bola SEA Games di Mayakan kembali memunculkan tuntutan agar komunitas internasional bertindak lebih tegas. PBB, organisasi hak asasi manusia, dan sejumlah negara Barat sebelumnya telah mengecam pola serangan udara terhadap warga sipil di Myanmar dan menyerukan embargo senjata menyeluruh terhadap junta, namun langkah-langkah ini dinilai belum cukup menghentikan spiral kekerasan.

Amnesty International dan kelompok-kelompok lokal menilai bahwa serangan-serangan seperti di Mayakan, Pazigyi, dan Kanan menunjukkan pola sistematis yang dapat memenuhi unsur kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Mereka mendorong mekanisme akuntabilitas internasional, termasuk melalui Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan Mahkamah Pidana Internasional, meski hambatan politik dan diplomatik masih besar.

Penutup: Sepak Bola, Harapan, dan Bayang-Bayang Bom

Di banyak negara, nonton bareng sepak bola adalah momen pelarian singkat dari kesulitan hidup, ruang di mana perbedaan politik mereda di balik sorak-sorai untuk tim nasional. Di Myanmar, momen yang seharusnya menjadi simbol persatuan regional di SEA Games 2025 justru berakhir sebagai potret telanjang dari realitas perang: bahkan aktivitas paling biasa sekalipun tidak lagi aman dari kekerasan negara.

Serangan udara yang menewaskan 18 penonton nobar di kedai teh Mayakan menegaskan bahwa konflik Myanmar kini menembus hingga ke ruang-ruang sosial yang paling intim. Selama tidak ada mekanisme akuntabilitas yang kuat dan tekanan internasional yang efektif, warga sipil—bukan hanya kombatan—akan terus menjadi korban utama, bahkan ketika mereka hanya ingin menikmati sebuah pertandingan sepak bola.

You've reached the juicy part of the story.

Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.

Free forever. No credit card. Just great reading.