Universitas Michigan memecat pelatih kepala football Sherrone Moore dengan alasan “for cause” pada Rabu, 10 Desember 2025, setelah investigasi internal menemukan bukti kredibel bahwa ia terlibat dalam hubungan tidak pantas dengan seorang anggota staf. Keputusan mendadak ini mengakhiri masa jabatan singkat Moore dan menjerumuskan salah satu program football kampus paling bergengsi di Amerika Serikat ke dalam ketidakpastian baru, hanya setahun setelah meraih gelar juara nasional.
Image Illustration. Photo by Bruno Guerrero on Unsplash
Pengumuman pemecatan Moore disampaikan langsung oleh direktur atletik Michigan, Warde Manuel, yang menyebut perilaku sang pelatih sebagai pelanggaran jelas terhadap kebijakan universitas dan menegaskan bahwa Michigan memiliki kebijakan zero tolerance terhadap tindakan semacam itu. Pernyataan resmi itu pertama kali dilaporkan oleh Associated Press, yang mengutip hasil investigasi internal universitas.
Moore, 39 tahun, baru memasuki musim keduanya sebagai pelatih kepala. Setelah debut dengan rekor 8–5 pada 2024, ia membawa Michigan menutup musim reguler 2025 dengan rekor 9–3 (7–2 di Big Ten) dan peringkat No. 18 nasional, serta tiket ke Citrus Bowl menghadapi Texas pada 31 Desember 2025. Rekor tersebut menjadikan catatan totalnya di Michigan sebagai pelatih kepala 17–8.
Istilah “for cause” dalam kontrak pelatih kampus bukan sekadar frasa hukum; label itu menentukan apakah seorang pelatih masih berhak menerima sisa nilai kontraknya atau tidak. Moore menandatangani kontrak lima tahun dengan gaji pokok tahunan sebesar 5,5 juta dolar AS pada 2024, dengan nilai buyout tersisa yang diperkirakan mendekati 12–14 juta dolar AS. Dengan pemecatan “for cause”, universitas diperkirakan tidak perlu membayar sebagian besar—jika tidak seluruh—kewajiban buyout tersebut.
Kebijakan universitas negeri besar seperti Michigan umumnya menyebut “hubungan tidak pantas” yang melibatkan relasi kuasa—misalnya antara atasan dan bawahan langsung—sebagai pelanggaran serius terhadap standar etika dan tata tertib. Banyak kampus besar di AS, termasuk University of Michigan, memasukkan larangan eksplisit atas hubungan romantis atau seksual yang menimbulkan konflik kepentingan dalam kebijakan pelecehan dan kekerasan seksual mereka. Dalam dokumen resmi kebijakan Title IX dan kebijakan hubungan konsensual, universitas menyebutkan bahwa hubungan antara supervisor dan staf yang langsung berada di bawah pengawasan dapat menjadi dasar tindakan disipliner berat, termasuk pemecatan.
Kisah Moore di Michigan pada awalnya tampak sebagai kelanjutan era kejayaan. Ia menggantikan Jim Harbaugh, pelatih yang membawa Wolverines merebut gelar juara nasional College Football Playoff 2024 sebelum hijrah ke NFL untuk menangani Los Angeles Chargers. Moore sebelumnya menjabat sebagai offensive coordinator dan line coach, serta berperan besar dalam kebangkitan serangan lari Michigan dalam tiga musim terakhir era Harbaugh.
Namun, setelah puncak prestasi 2024, performa di lapangan pada 2025 dianggap sebagai langkah mundur. Michigan yang sebelumnya tampil di level playoff, musim ini tersingkir dari persaingan empat besar dan kalah 27–9 dari rival abadi Ohio State di pertandingan penutup musim reguler, kekalahan pertama Wolverines atas Buckeyes sejak 2019. Kekalahan itu mengunci rekor 9–3 dan memupus peluang Michigan untuk kembali ke College Football Playoff.
Pemecatan Moore juga datang setelah serangkaian kontroversi lain yang melibatkan program Michigan. Pada 2025, universitas menjatuhkan skors dua pertandingan kepada Moore sebagai bagian dari sanksi sendiri (self-imposed sanctions) terkait pelanggaran NCAA dalam skandal pencurian sinyal yang mencoreng reputasi program. NCAA kemudian menambahkan satu pertandingan skors lagi, yang seharusnya membuat Moore absen pada laga pembuka musim 2026 melawan Western Michigan.
Dalam dokumen dan pemberitaan seputar investigasi NCAA, Moore disebut menghapus total 52 pesan teks di ponsel pribadinya dengan mantan staf Connor Stalions, tokoh sentral dalam operasi pencurian sinyal tersebut, sebelum pesan-pesan itu akhirnya dipulihkan dan diserahkan ke NCAA. Tindakan itu memunculkan pertanyaan mengenai kepatuhan dan transparansi program terhadap regulator kompetisi kampus.
Drama di Ann Arbor tidak berhenti pada pemecatan. Beberapa jam setelah diumumkan kehilangan pekerjaannya, Moore ditahan polisi di Saline, Michigan, dan kemudian diserahkan ke kepolisian Pittsfield Township untuk penyelidikan terkait dugaan penyerangan (assault). Kepolisian menyatakan insiden itu bukan peristiwa acak, dan Moore kini ditahan di Washtenaw County Jail sambil menunggu kemungkinan dakwaan resmi.
Meski otoritas belum merilis rincian lengkap perkara, kombinasi antara temuan hubungan tidak pantas dan penahanan Moore semakin menempatkan Michigan di bawah sorotan nasional. Pemberitaan media arus utama, dari Reuters hingga The Guardian, menempatkan kasus ini dalam deretan terbaru skandal yang mengguncang elite college football dalam beberapa tahun terakhir. Peristiwa ini juga memicu perdebatan luas tentang standar perilaku bagi pelatih yang mengawasi atlet muda dan mewakili institusi pendidikan publik.
Michigan bergerak cepat menunjuk associate head coach Biff Poggi sebagai pelatih interim. Poggi sebelumnya sudah beberapa kali mengambil alih tugas di sideline ketika Moore menjalani skors pada musim ini, sehingga relatif familiar dengan dinamika ruang ganti dan staf pelatih Wolverines. Ia kini memikul tugas berat: mempersiapkan tim menghadapi Texas di Cheez-It Citrus Bowl sekaligus menenangkan ruang ganti yang terguncang hanya dalam hitungan minggu sebelum pertandingan bowl.
Dalam jangka menengah, Michigan harus mencari pelatih kepala ketiga dalam empat tahun, sebuah tingkat pergantian yang jarang terjadi di program sebesar ini. Sejak 2010-an, Wolverines dikenal sebagai salah satu program paling stabil dan sukses, dengan rekor kemenangan terbanyak dalam sejarah football kampus—lebih dari 1.000 kemenangan sepanjang sejarah menurut catatan NCAA resmi. Ketidakpastian ini berpotensi mempengaruhi rekrutmen, komitmen donor, hingga kepercayaan publik terhadap budaya internal program.
Kasus Moore menempatkan kembali sorotan pada isu hubungan kuasa dan etika di lingkungan olahraga kampus. Pelatih kepala football di universitas besar tidak hanya bertanggung jawab atas taktik di lapangan, tetapi juga menjadi figur publik dengan kontrak jutaan dolar dan pengaruh besar di dalam komunitas kampus. Studi-studi tentang dinamika kekuasaan di lingkungan pendidikan tinggi menunjukkan bahwa hubungan romantis antara atasan dan bawahan kerap menimbulkan risiko konflik kepentingan, potensi tekanan, dan klaim pelecehan di kemudian hari, bahkan ketika dinyatakan “konsensual” pada awalnya.
Dalam konteks ini, langkah cepat Michigan memutus kontrak Moore—meski berisiko memicu sengketa hukum ke depan—dapat dibaca sebagai upaya menunjukkan bahwa institusi siap menegakkan standar etika, bahkan terhadap sosok yang baru saja mengantar program ke puncak kejayaan nasional. Bagi universitas, mempertahankan kredibilitas di mata publik, regulator, dan calon mahasiswa sering kali dinilai sama pentingnya dengan kemenangan di papan skor.
Pemecatan Sherrone Moore menandai babak baru yang penuh pertanyaan bagi Michigan. Di satu sisi, Wolverines masih memiliki roster bertalenta dan tradisi kemenangan yang kuat. Di sisi lain, rangkaian skandal—mulai dari pencurian sinyal hingga hubungan tidak pantas dan penahanan sang pelatih—mengguncang fondasi reputasi program yang selama ini dijadikan contoh di dunia football kampus.
Dalam waktu dekat, perhatian akan tertuju pada dua hal: bagaimana tim merespons di Citrus Bowl di bawah kepemimpinan interim Biff Poggi, dan seperti apa profil pelatih kepala baru yang akan dicari Michigan di pasar yang semakin kompetitif. Satu hal pasti: di era ketika batas antara prestasi olahraga, etika kerja, dan akuntabilitas publik semakin menipis, setiap keputusan di Ann Arbor akan diawasi dengan cermat—bukan hanya oleh penggemar Wolverines, tetapi juga oleh seluruh ekosistem football kampus di Amerika Serikat.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.