Ledakan pinjaman online (pinjol) ilegal masih menjadi pekerjaan rumah besar otoritas keuangan di Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) kembali mengumumkan ratusan platform pinjol ilegal yang diblokir, sehingga total entitas keuangan ilegal yang ditindak sejak 2017 mencapai puluhan ribu. Di balik angka-angka itu, ada ribuan korban yang terjerat bunga mencekik, tekanan penagihan, hingga kebocoran data pribadi.
Artikel ini mengulas pemblokiran masif pinjol ilegal oleh Satgas PASTI, gambaran skala masalahnya, serta ciri-ciri yang harus diwaspadai masyarakat sebelum mengunduh aplikasi atau mengklik tautan pinjaman cepat.
Satgas PASTI—yang berada di bawah koordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)—secara rutin mengumumkan daftar pinjol ilegal yang dihentikan operasinya. Dalam rilis resmi Februari 2024, Satgas PASTI menyatakan telah memblokir 311 entitas pinjol ilegal dan pinjaman pribadi (pinpri) hanya dalam satu bulan, terdiri dari 233 platform pinjol ilegal di website dan aplikasi, serta 78 konten pinpri yang memanfaatkan media sosial dan kanal pesan instan.
Hanya sebulan berselang, pada rilis berikutnya April 2024, jumlah pemblokiran kembali melonjak. Satgas PASTI menyebut menemukan dan memblokir 537 entitas pinjaman online ilegal dan 48 konten pinpri tambahan dalam periode Februari–Maret 2024. Angka ini menunjukkan betapa cepatnya pelaku berganti nama dan muncul kembali dengan platform baru.
Jika kedua periode tersebut digabung, totalnya menjadi 848 pinjol ilegal dan 126 konten pinpri yang diblokir hanya dalam kurun waktu singkat awal 2024. Angka “611 pinjol ilegal” yang kerap dikutip dalam pemberitaan merujuk pada subset dari gelombang pemblokiran masif tersebut—sebuah snapshot dari upaya berkelanjutan Satgas PASTI di tengah arus aplikasi dan situs baru yang terus bermunculan.
Skala masalahnya tampak lebih jelas jika ditarik ke belakang. Dalam data yang dikutip media, hingga Juni 2024 Satgas PASTI telah menghentikan 1.591 entitas pinjol ilegal hanya dalam enam bulan pertama tahun 2024. Jika dihitung sejak 2017 hingga Maret 2024, OJK mencatat sudah ada 7.576 entitas pinjol ilegal dan pinpri yang ditutup dari total 9.062 entitas keuangan ilegal.
Dibalik angka pemblokiran, Satgas PASTI juga harus menangani gelombang laporan masyarakat. Pada 2024 saja, jumlah pengaduan terkait pinjol dan investasi ilegal mencapai 16.231 kasus, dengan 59 persen pelapor adalah perempuan. Data ini menggambarkan betapa rentannya kelompok perempuan—sering kali sebagai penopang ekonomi keluarga—terhadap rayuan pinjaman cepat tanpa agunan.
Di sisi lain, OJK dalam Rapat Dewan Komisioner Agustus 2025 mengungkap bahwa sejak 2017 hingga Agustus 2025, total lebih dari 11.000 entitas pinjol ilegal telah dihentikan atau diblokir. Dalam periode yang sama, Satgas PASTI menerima lebih dari 14.000 pengaduan terkait aktivitas keuangan ilegal, yang sebagian besar berkaitan dengan pinjol.
Meski daftar resmi pinjol ilegal rutin diperbarui, para pelaku selalu mencari celah baru. Karena itu, mengenali pola dan ciri-ciri umum jauh lebih penting daripada sekadar menghafal nama aplikasi. OJK merangkum beberapa tanda paling mencolok pinjol ilegal berikut ini.
1. Tidak punya izin atau tidak terdaftar di OJK
Ini adalah indikator paling mendasar. Semua penyelenggara layanan pendanaan online yang resmi harus terdaftar dan berizin di OJK. Daftar lengkapnya dapat dicek secara daring melalui website resmi OJK atau minisite Waspada Investasi. Jika nama aplikasi atau situs tidak tercantum, besar kemungkinan itu ilegal.
2. Penawaran agresif lewat SMS, WhatsApp, dan media sosial
Pinjol resmi umumnya tidak melakukan penawaran satu per satu secara masif ke nomor pribadi. Sebaliknya, pinjol ilegal banyak menebar tautan dan ajakan mengajukan pinjaman melalui SMS spam, pesan WhatsApp, atau DM media sosial, sering kali dengan pesan yang mendesak dan menjanjikan pencairan hanya dalam hitungan menit.
3. Bunga dan denda sangat tinggi, biaya tersembunyi besar
Satgas PASTI mencatat banyak pinjol ilegal menerapkan bunga atau denda harian 1–4 persen dan biaya lain-lain yang bisa mencapai 40 persen dari nilai pinjaman. Dengan struktur seperti ini, utang kecil dalam hitungan minggu dapat membengkak berlipat ganda, membuat peminjam sulit keluar dari jerat cicilan.
4. Akses brutal ke data pribadi
Salah satu pola paling berbahaya adalah permintaan akses ke seluruh kontak, galeri foto, hingga lokasi di ponsel peminjam. Data tersebut sering disalahgunakan untuk menekan korban—misalnya dengan mengirim pesan ke semua kontak, mengancam menyebarkan foto, atau melakukan intimidasi lain ketika terjadi keterlambatan pembayaran.
5. Mekanisme penagihan dengan teror dan intimidasi
Pengaduan yang masuk ke OJK menggambarkan pola yang berulang: debitur mengaku mendapat ancaman penyebaran data pribadi, penagihan ke seluruh kontak, hingga teror meski tidak pernah meminjam. Praktik ini jelas melanggar ketentuan penagihan yang diatur bagi lembaga jasa keuangan resmi dan kerap berujung pada tekanan psikologis berat bagi korban.
6. Identitas perusahaan tidak jelas dan sering berganti
Pinjol ilegal jarang mencantumkan alamat kantor fisik yang dapat diverifikasi, nomor layanan konsumen yang jelas, atau badan hukum yang bisa ditelusuri di database resmi pemerintah atau OJK. Nama aplikasi bisa saja memakai istilah “kredit”, “dana”, atau “cash” dalam bahasa Indonesia maupun Inggris, namun sering berganti—sejalan dengan upaya menghindari pemblokiran.
Sebelum mengajukan pinjaman, ada beberapa langkah praktis yang direkomendasikan regulator dan lembaga edukasi keuangan:
Cek daftar penyelenggara fintech lending berizin atau terdaftar di laman resmi OJK yang diperbarui berkala. Jika tidak ada di daftar ini, sebaiknya dihindari.
Bandingkan syarat, bunga, dan biaya dengan panduan edukasi keuangan OJK atau literasi dari Gerakan Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan, untuk memastikan masih dalam batas wajar.
Waspadai aplikasi yang meminta akses penuh ke kontak dan galeri. OJK menegaskan bahwa perlindungan data pribadi adalah salah satu fokus utama pengawasan Satgas PASTI dan Indonesia Anti Scam Center (IASC).
Jika ragu, masyarakat dapat menghubungi Kontak OJK 157 atau email pengaduan resmi sebelum mengajukan pinjaman.
Data pemblokiran—baik 611, 1.591, maupun lebih dari 7.000 pinjol ilegal yang ditindak sejak 2017—sebenarnya hanya menunjukkan satu sisi dari persoalan. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat akan akses pembiayaan cepat belum sepenuhnya terlayani oleh lembaga resmi, sehingga ruang untuk pelaku ilegal tetap terbuka.
Satgas PASTI sendiri menegaskan bahwa strategi mereka tidak berhenti pada pemblokiran, tetapi juga mencakup kampanye nasional literasi keuangan, percepatan penanganan laporan lewat Indonesia Anti Scam Center, serta koordinasi dengan aparat penegak hukum. Namun tanpa perubahan perilaku di tingkat individu—dari membiasakan cek legalitas hingga menimbang ulang kebutuhan berutang—mata rantai pinjol ilegal akan sulit benar-benar terputus.
Angka 611 pinjol ilegal yang diblokir Satgas PASTI hanyalah potret sesaat dari perang panjang melawan praktik keuangan ilegal di ranah digital. Di balik setiap aplikasi yang dihapus, selalu ada upaya baru yang lahir dengan nama dan tampilan berbeda, mengejar korban-korban baru yang sedang terdesak kebutuhan dana.
Bagi publik, pelajaran terpenting adalah sederhana namun krusial: jangan tergiur janji pencairan super cepat tanpa mengecek legalitas, pahami betul bunga dan denda yang dikenakan, dan jaga data pribadi seperti menjaga kunci rumah sendiri. Penegakan hukum bisa menutup satu demi satu pintu pinjol ilegal, tetapi kewaspadaan konsumenlah yang pada akhirnya menentukan seberapa besar ruang bernapas yang tersisa bagi para pelaku.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.