Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara masih berjuang mengatasi dampak banjir yang melanda wilayah tersebut beberapa hari lalu. Kondisi sungai-sungai utama kini dipenuhi gelondongan kayu yang menyumbat aliran air, sementara ribuan warga terpaksa menggunakan air keruh untuk keperluan sehari-hari. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait kesehatan masyarakat dan pemulihan infrastruktur di daerah yang dikenal sebagai sentra industri kehutanan ini.
Banjir yang melanda Tapanuli Tengah pada 15-17 November 2024 telah mengakibatkan kerusakan signifikan pada infrastruktur dan lingkungan. Lebih dari 2.500 rumah terendam dengan ketinggian air mencapai 1,5 meter di beberapa daerah. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tapanuli Tengah mencatat sekitar 8.750 jiwa terdampak langsung dari peristiwa ini.
Kondisi paling memprihatinkan terlihat di Kecamatan Pandan dan Sibabangun, dimana warga masih kesulitan mendapatkan air bersih. Ibu Sari Manurung (45), warga Desa Aek Nabara, mengaku terpaksa mencuci pakaian menggunakan air sungai yang masih keruh. "Sudah tiga hari ini kami pakai air sungai yang masih kotor. Tidak ada pilihan lain karena sumur rumah masih penuh lumpur," keluhnya kepada wartawan di lokasi.
Salah satu permasalahan serius pasca-banjir adalah tersumbatnya sungai-sungai utama oleh gelondongan kayu. Sungai Batang Toru dan Sungai Aek Nabara, dua aliran air utama di wilayah ini, kini dipenuhi ratusan batang kayu berdiameter besar yang terbawa arus banjir dari area konsesi hutan.
Menurut pengamatan tim lapangan, diperkirakan lebih dari 500 gelondongan kayu dengan berbagai ukuran tersangkut di sepanjang aliran sungai utama. Kondisi ini tidak hanya menghambat normalisasi aliran air, tetapi juga berpotensi memperparah banjir jika terjadi hujan deras kembali.
Kepala BPBD Tapanuli Tengah, Drs. Parlindungan Siahaan, menjelaskan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan perusahaan kehutanan untuk melakukan pembersihan. "Kami sudah mengirim surat resmi kepada tiga perusahaan besar untuk segera mengangkat gelondongan kayu milik mereka. Ini tanggung jawab mereka sebagai pemegang izin," tegasnya.
Kondisi air yang masih keruh dan terkontaminasi menimbulkan kekhawatiran serius di bidang kesehatan. Puskesmas setempat melaporkan peningkatan 40% kasus diare dan infeksi saluran pencernaan dalam tiga hari terakhir, terutama pada anak-anak dan lansia.
Dr. Martha Simatupang, Kepala Puskesmas Pandan, menyatakan bahwa kondisi air yang dikonsumsi warga masih mengandung bakteri E.coli dan berbagai kontaminan berbahaya. "Hasil uji laboratorium menunjukkan kandungan bakteri 10 kali lipat di atas batas normal. Kami sangat mengkhawatirkan potensi wabah penyakit," ungkapnya.
Untuk mengatasi krisis air bersih, Pemkab Tapanuli Tengah telah mendistribusikan 15.000 liter air bersih per hari menggunakan 8 unit mobil tangki. Namun, jumlah ini masih jauh dari kebutuhan minimal 20 liter per orang per hari sesuai standar WHO.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengalokasikan dana darurat sebesar Rp 2,5 miliar untuk penanganan bencana di Tapanuli Tengah. Dana ini akan digunakan untuk perbaikan infrastruktur dasar, penyediaan air bersih, dan bantuan langsung kepada korban.
Sementara itu, TNI dan Polri telah mengerahkan 200 personel untuk membantu proses pembersihan dan distribusi bantuan. Mereka juga membantu evakuasi gelondongan kayu menggunakan alat berat yang didatangkan khusus dari Medan.
"Prioritas utama kami adalah memastikan warga mendapat air bersih dan normalisasi sungai. Kami target dalam 7 hari ke depan kondisi sudah membaik," ujar Bupati Tapanuli Tengah, Bakhtiar Ahmad Sibarani.
Kejadian ini memunculkan diskusi serius tentang pengelolaan hutan berkelanjutan di wilayah Tapanuli Tengah. Aktivis lingkungan mendesak evaluasi menyeluruh terhadap praktik logging yang dinilai berkontribusi pada kerusakan ekosistem sungai.
Rencana mitigasi jangka panjang meliputi pembangunan tanggul penahan di titik-titik rawan, normalisasi sungai secara berkala, dan penerapan sistem peringatan dini berbasis teknologi. Pemerintah daerah juga berencana membuat peraturan ketat terkait penyimpanan kayu di area dekat sungai.
Meskipun menghadapi tantangan berat, semangat gotong royong masyarakat Tapanuli Tengah tetap tinggi. Berbagai komunitas dan organisasi masyarakat bergabung membantu proses pemulihan. Target normalisasi kondisi adalah 14 hari ke depan, dengan fokus utama pada penyediaan air bersih dan pembersihan sungai.
Peristiwa banjir di Tapanuli Tengah ini menjadi pengingat penting akan pentingnya kesiapsiagaan bencana dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Dengan kerjasama semua pihak, diharapkan kondisi dapat segera normal dan masyarakat bisa kembali menjalankan aktivitas sehari-hari dengan aman.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.