Perlombaan menuju perangkat komputasi masa depan kian sengit. Setelah era smartphone yang mendominasi lebih dari satu dekade, raksasa teknologi mulai mengarahkan fokus ke kacamata pintar sebagai kandidat kuat pengganti ponsel. Di garis depan kompetisi ini, perusahaan-perusahaan teknologi asal Tiongkok meluncurkan berbagai model kacamata pintar yang tidak lagi sekadar aksesori, tetapi diposisikan sebagai “layar utama” berikutnya.
Selama bertahun-tahun, kacamata pintar dipandang sebagai produk eksperimen: menarik secara teknologi, tetapi sulit dipakai sehari-hari. Itu mulai berubah ketika beberapa pemain besar memperkecil ukuran perangkat, memperpanjang daya baterai, dan mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) langsung ke frame kacamata.
Alibaba, misalnya, baru-baru ini meluncurkan Quark AI Glasses di pasar Tiongkok. Kacamata ini berbentuk seperti kacamata biasa, namun ditenagai model bahasa besar internal Qwen dan terintegrasi dengan ekosistem aplikasi seperti Alipay dan Taobao, menawarkan fungsi asisten pribadi, terjemahan langsung, hingga pengenalan harga di dunia nyata. Masuknya Alibaba ke pasar ini memperlihatkan bahwa kacamata pintar bukan lagi proyek sampingan, melainkan bagian dari strategi jangka panjang di ranah AI dan komputasi sehari-hari.
Produsen Tiongkok lain seperti Xiaomi juga agresif. Xiaomi meluncurkan MIJIA Smart Audio Glasses 2—kacamata ringan sekitar 27,6 gram dengan audio terintegrasi, masa pakai baterai hingga 12 jam pemakaian musik, serta dukungan asisten suara. Perangkat seperti ini memosisikan kacamata sebagai pengganti earphone nirkabel dan sarana notifikasi, sehingga fungsi yang selama ini dipegang smartphone mulai “bocor” ke wajah pengguna.
Secara global, pasar perangkat realitas tertambah (AR), realitas virtual (VR), dan smart glasses menunjukkan tren pertumbuhan yang cepat. Lembaga riset IDC memproyeksikan pengiriman headset AR akan melonjak dari kurang dari satu juta unit pada 2024 menjadi sekitar 10,9 juta unit pada 2028, dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sekitar 87,1%. Ini menunjukkan betapa kuatnya keyakinan industri bahwa perangkat yang dikenakan di kepala—termasuk kacamata pintar—akan menjadi medium utama interaksi digital di masa depan.
Pasar secara keseluruhan juga berkembang pesat dari sisi nilai. Riset Precedence Research memperkirakan nilai pasar headset AR/VR global akan meroket dari sekitar 16,9 miliar dolar AS pada 2025 menjadi sekitar 261,9 miliar dolar AS pada 2034, dengan CAGR sekitar 35,6%. Angka ini memperlihatkan bahwa kacamata pintar bukan sekadar produk gaya hidup, tetapi bagian dari pergeseran besar platform komputasi.
Menariknya, IDC mencatat bahwa kategori “display-less smart glasses”—yakni kacamata dengan fungsi pintar tetapi tanpa layar visual, seperti asisten suara dan kamera—diprediksi akan tumbuh sekitar 247,5% tahun-ke-tahun pada 2025, didorong oleh masuknya lebih banyak pemain teknologi dan penerapan AI di perangkat ringan ini. Pola pertumbuhan ini sangat relevan bagi Tiongkok, yang memiliki basis manufaktur kuat dan ekosistem aplikasi super seperti Alipay, WeChat, dan Taobao yang siap “dipindahkan” dari layar ponsel ke lensa dan bingkai.
Dibandingkan smartphone, keunggulan kacamata pintar paling jelas adalah sifatnya yang “selalu terpakai”. Tidak perlu mengeluarkan perangkat dari saku, menyalakan layar, atau membuka kunci. Informasi dapat muncul seketika di depan mata atau di telinga pengguna, sementara tangan tetap bebas untuk beraktivitas.
Integrasi dengan AI membuat kacamata pintar lebih dari sekadar pengganti layar ponsel. Quark AI Glasses milik Alibaba, misalnya, memanfaatkan model bahasa besar untuk memberi saran kontekstual—mulai dari menerjemahkan percakapan asing secara real-time hingga mengenali produk di rak toko dan menampilkan ulasan atau perbandingan harga melalui aplikasi e-commerce perusahaan. Dengan demikian, pengalaman belanja, navigasi kota, hingga produktivitas harian dapat berlangsung tanpa perlu menatap gawai di tangan.
Bagi pengguna di kota-kota besar Tiongkok yang sudah terbiasa dengan pembayaran nirsentuh dan super-app, kacamata pintar menawarkan satu lapis kemudahan baru: memindai kode QR, melihat saldo, atau mendapatkan rute tercepat cukup dengan perintah suara atau gerakan kepala, tanpa perlu menyentuh layar. Dalam konteks ini, kacamata pintar berpotensi mengambil alih banyak peran smartphone—mulai dari komunikasi singkat, notifikasi, hingga transaksi harian.
Keunggulan lain Tiongkok ada pada infrastruktur dan skala pasar. Negara ini merupakan salah satu pemimpin adopsi 5G di dunia, dengan ratusan juta pengguna dan jaringan yang mencakup kota-kota besar hingga area industri. Jaringan berlatensi rendah dan berkecepatan tinggi ini menjadi fondasi penting untuk kacamata pintar yang perlu terus terhubung ke cloud untuk menjalankan model AI berat maupun pemrosesan visual secara real-time.
Perusahaan seperti Alibaba juga mengalokasikan investasi besar ke AI dan komputasi awan. Menurut laporan keuangan dan pernyataan publik, Alibaba berkomitmen menggelontorkan sekitar 380 miliar yuan—setara lebih dari 50 miliar dolar AS—dalam tiga tahun untuk memperkuat infrastruktur AI dan cloud. Investasi sebesar ini memungkinkan pengembangan kacamata pintar yang tidak hanya canggih secara perangkat keras, tetapi juga ditopang layanan AI yang terus diperbarui dari pusat data.
Di sisi lain, riset pasar menunjukkan bahwa perusahaan dan sektor profesional merupakan pengguna awal penting perangkat AR/XR, mulai dari visualisasi medis hingga pelatihan industri. Dengan basis manufaktur dan industri yang besar, Tiongkok memiliki ladang uji coba ideal untuk kacamata pintar di ranah enterprise—yang pada gilirannya akan menurunkan biaya dan mempercepat adopsi konsumen.
Meski potensinya besar, kacamata pintar pengganti smartphone tetap menghadapi sejumlah kendala. Secara global, penjualan headset XR kelas atas cenderung terbatas—hanya sebagian kecil dari total pengiriman—karena harga tinggi, kenyamanan pemakaian, dan ketidakjelasan manfaat jangka panjang bagi konsumen umum. Analis memperkirakan perangkat premium di atas 1.000 dolar AS hanya menyumbang sekitar 5–6% pengiriman pada 2025, menandakan bahwa sebagian besar pengguna memilih perangkat yang lebih ringan dan terjangkau.
Kacamata pintar juga memicu kekhawatiran privasi. Kamera dan mikrofon yang terus aktif berpotensi merekam lingkungan tanpa disadari orang sekitar. Regulasi, standar transparansi, dan desain yang memberi sinyal jelas saat perekaman menjadi isu yang harus dipecahkan produsen dan pembuat kebijakan, termasuk di Tiongkok yang regulasi datanya semakin ketat.
Faktor lain adalah ketergantungan pada ekosistem tertutup. Kacamata pintar yang terintegrasi erat dengan satu super-app atau satu merek ponsel bisa membuat pengguna “terkunci” di satu layanan. Bagi perusahaan Tiongkok, ini sekaligus peluang bisnis dan tantangan reputasi: seberapa jauh konsumen bersedia menyerahkan data dan kebiasaan hidupnya pada satu platform yang bahkan menempel di wajahnya sepanjang hari?
Untuk saat ini, kacamata pintar asal Tiongkok belum sepenuhnya menggantikan smartphone. Namun, tanda-tanda pergeseran mulai tampak: notifikasi pindah ke lensa, panggilan dan musik dialihkan ke bingkai, informasi kontekstual disajikan lewat asisten AI yang selalu menyimak. Ponsel perlahan bergeser menjadi “komputer di kantong” yang lebih jarang disentuh, sementara wajah menjadi antarmuka utama antara manusia dan ruang digital.
Jika proyeksi pertumbuhan pasar AR/VR dan smart glasses terbukti, dekade mendatang bisa menjadi masa peralihan dari era smartphone ke era komputasi yang dikenakan di tubuh (wearable, spatial computing). Di dalam skenario itu, langkah agresif perusahaan-perusahaan Tiongkok mengembangkan kacamata pintar bukan sekadar mengikuti tren, tetapi upaya merebut posisi sebagai arsitek utama platform komputasi berikutnya.
Pertanyaannya bukan lagi apakah kacamata pintar akan menggantikan smartphone, tetapi kapan, dalam bentuk apa, dan siapa yang akan memegang kendali ekosistemnya. Untuk saat ini, Tiongkok tampaknya bertekad memastikan bahwa salah satu jawabannya datang dari Beijing, Hangzhou, atau Shenzhen.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.