Ledakan bom mobil di sebuah kawasan permukiman di selatan Moskow pada Senin pagi, 22 Desember 2025, menewaskan Letnan Jenderal Fanil Sarvarov, salah satu perwira tinggi paling berpengaruh di Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia. Insiden ini menambah daftar panjang serangan terarah terhadap elit militer Rusia sejak invasi besar-besaran ke Ukraina pada 2022, dan kembali menyoroti rapuhnya keamanan di jantung negara yang sedang berperang.
Image Illustration. Photo by Pramod Tiwari on Unsplash
Menurut keterangan resmi Komite Investigasi Rusia, Letnan Jenderal Fanil Sarvarov, 56 tahun, menjabat sebagai kepala Direktorat Pelatihan Operasional di Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia, unit yang mengawasi kesiapan tempur dan latihan skala besar militer Rusia. Komite tersebut menyatakan bahwa Sarvarov meninggal akibat luka-luka yang dideritanya setelah sebuah bahan peledak yang dipasang di bawah mobil Kia Sorento miliknya meledak pada sekitar pukul 06.55 waktu Moskow di Jalan Yasenevaya, selatan ibu kota. Sarvarov memiliki rekam jejak panjang di berbagai konflik Rusia pasca runtuhnya Uni Soviet, termasuk perang di Chechnya dan operasi militer di Suriah pada 2015–2016. Biografi resminya menyebutkan bahwa ia memimpin elemen penting operasi Rusia di Suriah dan kemudian bertanggung jawab atas pelatihan pasukan dalam perang di Ukraina.
Gambar-gambar dari lokasi kejadian yang dirilis Komite Investigasi Rusia menunjukkan sebuah SUV putih yang hangus dan rangka mobil yang terpelintir di area parkir permukiman. Aparat menyebut bahan peledak ditanam di bagian bawah mobil dan diledakkan dari jarak jauh ketika kendaraan mulai bergerak meninggalkan area parkir. Otoritas menyatakan insiden itu tengah diselidiki sebagai kasus pembunuhan menggunakan perangkat peledak rakitan, dengan beberapa saksi melaporkan dentuman keras yang mengguncang jendela apartemen di sekitar lokasi.
Walau perincian teknis bahan peledak belum dipublikasikan, pola serangan—bom rakitan yang dipasang di kendaraan pribadi di dekat tempat tinggal target—mengingatkan pada beberapa pembunuhan berprofil tinggi lain di wilayah Moskow sejak 2022. Serangan-serangan semacam ini dinilai menantang klaim Kremlin bahwa ibu kota tetap aman dan jauh dari garis depan perang di Ukraina.
Juru bicara Komite Investigasi Rusia, Svetlana Petrenko, mengatakan penyidik sedang menelusuri beberapa skenario, salah satunya keterlibatan dinas intelijen Ukraina. Ia menyebut pembunuhan ini sebagai tindak teror yang menargetkan pimpinan militer Rusia. Sejumlah media internasional melaporkan bahwa otoritas Rusia secara eksplisit menempatkan dinas intelijen Ukraina sebagai salah satu tersangka utama dalam perencanaan serangan tersebut.
Hingga laporan ini ditulis, Kyiv belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai tewasnya Sarvarov. Namun, berdasarkan laporan media, situs independen Ukraina Myrotvorets —yang selama ini mendokumentasikan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai pelaku kejahatan perang atau kolaborator Rusia—dilaporkan telah menandai Sarvarov sebagai “dilikuidasi”. Langkah ini, walau bukan klaim tanggung jawab resmi, kerap dibaca sebagai sinyal bahwa pihak Ukraina melihat operasi tersebut sebagai bagian dari kampanye militer mereka.
Pada April 2025, Letnan Jenderal Yaroslav Moskalik tewas ketika bom rakitan meledak di mobil yang diparkir dekat apartemennya di Balashikha, pinggiran Moskow.
Pada Desember 2024, Letnan Jenderal Igor Kirillov —kepala Pasukan Pertahanan Radiasi, Kimia, dan Biologis Rusia—tewas dalam ledakan bom yang dipasang pada skuter listrik di Moskow; dinas keamanan Ukraina mengklaim bertanggung jawab atas operasi tersebut.
Sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, konflik tidak hanya berlangsung di garis depan Donbas, Kherson, atau Zaporizhia. Serangan balasan dari pihak Ukraina—baik yang diakui maupun yang hanya dikaitkan oleh Moskow—kian sering terjadi jauh di wilayah Rusia, termasuk serangan drone terhadap pangkalan udara strategis, fasilitas energi, hingga pembunuhan tokoh militer dan politik pro-perang.
Laporan berkala tentang perang Rusia–Ukraina menunjukkan bahwa Moskow dan wilayah sekitarnya kini secara rutin menjadi sasaran drone dan aksi sabotase. Serangkaian operasi yang dituduhkan atau diklaim terkait Ukraina telah menargetkan tidak hanya infrastruktur militer tetapi juga simbol-simbol kekuasaan dan propaganda, dari jembatan Kerch di Krimea hingga gedung-gedung administratif di dalam Rusia.
Dalam konteks itu, pembunuhan Sarvarov dapat dibaca sebagai bagian dari strategi Ukraina untuk melemahkan kemampuan komando dan kontrol militer Rusia. Dengan menargetkan pejabat kunci di Staf Umum—yang memiliki tanggung jawab langsung atas pelatihan dan kesiapan tempur—Ukraina berupaya menimbulkan “biaya” politik dan psikologis bagi Kremlin, sekaligus mengirim pesan bahwa bahkan tokoh-tokoh paling dilindungi pun tidak kebal dari serangan.
Bagi Kremlin, serangan ini berpotensi dimanfaatkan untuk memperkuat narasi bahwa Rusia adalah korban “terorisme negara” yang dilakukan Ukraina dan pendukung Baratnya, serta untuk menggalang dukungan domestik bagi kelanjutan perang. Sebaliknya, bagi Ukraina, operasi semacam ini—jika memang mereka yang berada di baliknya—dapat dipandang sebagai upaya menekan elite militer Rusia agar menyadari tingginya risiko personal dari melanjutkan agresi.
Serangan bom mobil di Moskow juga memunculkan kembali pertanyaan mengenai efektivitas aparat keamanan Rusia—terutama dinas intelijen dalam negeri FSB—dalam mencegah operasi lawan di jantung negara. Sejak 2022, Rusia beberapa kali mengklaim menggagalkan rencana serangan di wilayahnya, tetapi fakta bahwa tiga jenderal berpangkat letnan jenderal dapat dibunuh dalam kurun waktu sekitar 20 bulan menunjukkan adanya celah besar dalam keamanan personal pejabat militer senior.
Tewasnya Letnan Jenderal Fanil Sarvarov dalam serangan bom mobil di Moskow menegaskan bahwa perang Rusia–Ukraina telah lama melampaui garis depan konvensional. Dari drone di langit Kyiv hingga bom rakitan di jalan-jalan ibu kota Rusia, konflik ini kini berlangsung di medan militer, diplomatik, siber, dan kota-kota yang sebelumnya dianggap aman.
Selama tidak ada gencatan senjata yang kredibel dan mekanisme keamanan yang disepakati kedua pihak, operasi seperti pembunuhan Sarvarov hampir pasti akan terus terjadi—baik sebagai upaya saling melemahkan di level elit maupun sebagai pesan bahwa perang, bagaimana pun narasi resminya, tetap membawa kekerasan ke jantung kehidupan sehari-hari. Di Moskow, Kyiv, dan jauh di luar keduanya, gema ledakan di Yasenevaya menjadi pengingat bahwa perang modern jarang sekali tetap terkunci di garis depan.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.