Menurut Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency/JMA), gempa berkekuatan 6,7 tersebut terjadi pada pukul 11.44 waktu setempat (02.44 GMT) dengan kedalaman sekitar 20 kilometer di lepas pantai Aomori, di sisi Pasifik pulau utama Honshu. Data awal JMA kemudian direvisi menjadi magnitudo 6,9, namun berbagai lembaga, termasuk USGS dan laporan media internasional, tetap mengacu pada magnitudo 6,7 sebagaimana dilaporkan JMA dalam rilis awal. JMA segera mengeluarkan peringatan tsunami untuk pesisir Pasifik di Hokkaido, Aomori, Iwate, dan Miyagi, dengan estimasi ketinggian gelombang hingga 1 meter. Peringatan ini diklasifikasikan sebagai “advisory”, tingkat kewaspadaan yang lebih rendah daripada “warning”, namun tetap mendorong warga di garis pantai untuk menjauhi area pesisir dan pelabuhan.
Dua gelombang tsunami setinggi sekitar 20 sentimeter terdeteksi di kota pelabuhan Erimo di Hokkaido dan di wilayah Aomori tak lama setelah guncangan utama, tanpa perubahan signifikan pada kondisi pelabuhan maupun kerusakan fasilitas pesisir. Dalam beberapa jam, JMA mencabut peringatan tsunami setelah memastikan tidak ada ancaman gelombang besar lebih lanjut bagi pantai timur laut Jepang.
Data terkini yang dirangkum oleh media Jepang dan lembaga internasional menunjukkan bahwa gempa 7,5 pada 8 Desember telah menyebabkan sedikitnya 47–50 orang luka-luka serta kerusakan infrastruktur, termasuk jalan yang ambles dan jaringan listrik yang sempat terputus di tengah suhu musim dingin yang membekukan. Guncangan susulan bermagnitudo 6,7 pada 12 Desember dinilai sebagai aftershock terkuat dari rangkaian aktivitas seismik tersebut.
Otoritas Regulasi Nuklir Jepang menyatakan tidak ada kelainan atau gangguan yang terdeteksi di fasilitas nuklir di kawasan utara, meredakan kekhawatiran publik akan potensi terulangnya bencana nuklir seperti yang terjadi di Fukushima pada 2011. Hingga laporan ini ditulis, belum ada laporan korban jiwa ataupun kerusakan besar akibat gempa 6,7 tersebut, meski otoritas setempat masih melakukan penilaian dampak di lapangan.
Kawasan timur laut Jepang masih dibayangi trauma gempa dan tsunami raksasa 2011, ketika gempa magnitudo 9,0 di lepas pantai Tōhoku memicu gelombang tsunami setinggi lebih dari 10 meter, menewaskan sekitar 18.500 orang yang dinyatakan tewas atau hilang dan memicu krisis nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi. Sejak itu, pemerintah Jepang terus memperkuat infrastruktur pertahanan pesisir, sistem peringatan dini, serta edukasi publik terkait evakuasi tsunami.
Meski kerusakan fisik dari gempa 6,7 pada 12 Desember relatif terbatas, rangkaian guncangan kuat selama beberapa hari membawa beban psikologis bagi warga di kawasan Aomori, Iwate, dan Hokkaido. Banyak yang mengaku sulit tidur dan selalu bersiap berlari ke lokasi evakuasi setiap kali sirene peringatan dibunyikan atau telepon genggam bergetar menandakan adanya peringatan dini.
Pencabutan peringatan tsunami setelah gempa magnitudo 6,7 di timur laut Jepang memberikan jeda singkat bagi warga di sepanjang pesisir Pasifik yang selama beberapa hari terakhir hidup dalam bayang-bayang ancaman gempa susulan dan tsunami. Namun, rangkaian kejadian ini kembali menegaskan kenyataan geografis Jepang sebagai salah satu negara paling rawan gempa di dunia sekaligus menjadi laboratorium nyata bagi pengembangan teknologi peringatan dini dan manajemen bencana modern.
Selama aktivitas seismik di lepas pantai Aomori dan Hokkaido masih berlanjut, para ilmuwan menilai kemungkinan terjadinya gempa lebih besar tetap rendah namun tidak dapat diabaikan. Di tengah ketidakpastian itu, kombinasi antara infrastruktur yang tahan guncangan, sistem peringatan dini yang canggih, serta budaya kesiapsiagaan masyarakat akan tetap menjadi kunci bagi Jepang untuk mengurangi risiko korban jiwa dan kerusakan apabila gempa besar kembali datang tanpa peringatan.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.