Jakarta – Suasana di kawasan Jalan Raya Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, kembali mencekam pada Kamis malam, 11 Desember 2025, hingga menjelang Jumat dini hari. Kericuhan yang berawal dari pengeroyokan terhadap dua penagih utang atau mata elang (matel) kembali berujung pada aksi pembakaran mobil dan deretan kios di sekitar Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, memaksa aparat kepolisian menutup akses jalan dan mengerahkan ratusan personel untuk mengendalikan situasi.
Kericuhan di Kalibata berawal pada Kamis sore sekitar pukul 15.30 WIB ketika dua penagih utang motor dikeroyok sekelompok orang di depan TMP Kalibata. Mereka disebut tengah mencoba menarik sepeda motor yang menunggak cicilan, namun pemilik kendaraan menolak dan memanggil sejumlah rekannya. Massa yang datang kemudian mengeroyok kedua matel tersebut hingga satu orang tewas di lokasi dan satu lainnya mengalami luka berat. Kronologi ini dipaparkan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipaly kepada media, yang menjelaskan bahwa pengeroyokan terjadi setelah upaya penarikan kendaraan kredit macet.
Puncak ketegangan terjadi sekitar pukul 23.00 hingga menjelang tengah malam. Di depan TMP Kalibata, sebuah mobil listrik—diduga milik layanan transportasi online—terlihat terbakar hebat. Beberapa sepeda motor di sekitarnya juga hangus, menyisakan rangka. Api kemudian merembet ke lapak-lapak pedagang dan sejumlah kios yang berdiri di sepanjang jalan. Laporan lapangan menyebutkan sedikitnya satu mobil listrik, beberapa sepeda motor, dan sejumlah kios/warung hangus dilalap api akibat aksi massa yang melakukan pembakaran di lokasi tersebut.
Meski api sempat dilokalisasi, situasi belum sepenuhnya kondusif. Menjelang tengah malam hingga Jumat dini hari, 12 Desember 2025, gerombolan massa kembali mendatangi kawasan TMP Kalibata. Mereka dilaporkan kembali melakukan aksi pembakaran terhadap sisa-sisa warung dan kendaraan yang belum rata dengan tanah, memaksa polisi menutup Jalan TMP Kalibata dari dua arah untuk mencegah pengendara terjebak dalam kericuhan. Pantauan media di lokasi memperlihatkan ratusan aparat kepolisian, termasuk personel Brimob dan Samapta, berjaga di sepanjang ruas jalan dan gang-gang sekitar untuk mengamankan rumah warga dari kemungkinan sasaran amuk massa.
Jakarta memang kerap mengalami insiden kebakaran yang menimpa permukiman padat dan area usaha kecil. Data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta menunjukkan bahwa sepanjang 2023 tercatat lebih dari seribu kasus kebakaran di ibu kota, dengan kerugian material mencapai ratusan miliar rupiah setiap tahunnya. Kericuhan di Kalibata menambah daftar panjang peristiwa kebakaran yang bukan hanya disebabkan korsleting listrik atau kelalaian, tetapi juga aksi kekerasan massa.
Insiden di Kalibata kembali menyorot praktik penagihan utang di lapangan yang melibatkan debt collector atau yang populer disebut mata elang. Sejumlah kasus bentrokan antara penagih utang dengan warga bukan hal baru, terutama ketika proses penarikan kendaraan kredit macet berlangsung secara konfrontatif di ruang publik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah mengeluarkan aturan yang menegaskan bahwa perusahaan pembiayaan wajib memastikan penagihan dilakukan secara beretika, menghindari kekerasan, dan melibatkan juru tagih bersertifikat, termasuk dalam urusan penarikan kendaraan bermotor. Namun di lapangan, fakta bahwa matel sering bekerja secara informal dan dalam tekanan target penagihan membuat potensi friksi dengan pemilik kendaraan tetap sangat tinggi.
Kericuhan di Kalibata menegaskan kembali rapuhnya stabilitas keamanan mikro di kawasan perkotaan padat penduduk, terutama ketika konflik ekonomi—seperti penagihan utang dan kepemilikan kendaraan—bertemu dengan dinamika sosial di tingkat akar rumput. Dalam konteks kota besar seperti Jakarta, bentrokan berskala lokal dapat dengan cepat berdampak lebih luas karena kepadatan penduduk dan tingginya aktivitas di ruang publik.
Kericuhan yang kembali pecah tengah malam di Kalibata, dengan mobil dan kios dibakar massa, menjadi peringatan keras bahwa keamanan di ruang publik tidak hanya soal kehadiran aparat, tetapi juga tata kelola konflik ekonomi dan sosial yang lebih manusiawi. Praktik penagihan utang yang berpotensi memicu kekerasan, ketidakpastian hukum di lapangan, serta kerapuhan ekonomi pedagang kecil adalah kombinasi berbahaya di tengah kota yang terus tumbuh dan menampung jutaan penduduk.
Bagi warga Kalibata, yang tersisa selepas malam mencekam itu adalah puing-puing warung, rangka kendaraan, dan trauma kolektif. Bagi pembuat kebijakan dan penegak hukum, peristiwa ini seharusnya menjadi momentum untuk menata kembali regulasi penagihan utang, memperkuat perlindungan bagi warga dan pelaku usaha kecil, serta memastikan bahwa perselisihan di jalanan tidak lagi dibayar dengan nyawa dan hancurnya mata pencaharian.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.