James Ransone, aktor karakter yang dikenal luas lewat perannya sebagai Ziggy Sobotka di serial HBO “The Wire” dan Eddie Kaspbrak dewasa di film horor “It: Chapter Two”, meninggal dunia pada usia 46 tahun di Los Angeles. Menurut laporan kantor pemeriksa medis Los Angeles County, Ransone meninggal pada Jumat, 19 Desember 2025, dan kematiannya diklasifikasikan sebagai dugaan bunuh diri.
Image Illustration. Photo by Dan Meyers on Unsplash
Kabar duka ini pertama kali dikonfirmasi oleh kantor pemeriksa medis dan diberitakan berbagai media arus utama di Amerika Serikat, termasuk NBC News, Associated Press, dan The Guardian. Laporan-laporan tersebut menyebut penyebab kematian sebagai bunuh diri melalui gantung diri, tanpa indikasi adanya tindak kriminal.
Menurut catatan kantor pemeriksa medis Los Angeles County, James Finley Ransone III ditemukan meninggal di sebuah bangunan gudang kecil (shed) di properti tempat tinggalnya di Los Angeles pada 19 Desember 2025. Cara kematian dicatat sebagai bunuh diri dengan gantung diri, dan tidak ada dugaan tindak kekerasan lain di lokasi kejadian.
Sejumlah media, termasuk Associated Press dan Newsmax, mengutip catatan resmi yang menyatakan bahwa jenazahnya siap dilepas untuk proses pemakaman dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda kejahatan.
Lahir di Baltimore, Maryland, pada 2 Juni 1979, Ransone menempuh pendidikan seni di George Washington Carver Center for Arts and Technology, sebuah sekolah negeri dengan fokus seni yang telah melahirkan banyak seniman dan kreator dari wilayah Baltimore.
Ia memulai debut layar lebarnya lewat film kontroversial “Ken Park” (2002), sebelum mendapatkan peran yang kelak mendefinisikan kariernya sebagai Ziggy Sobotka di musim kedua “The Wire” (2003). Kritikus kerap menyebut karakter Ziggy sebagai salah satu figur paling tragis dalam seri yang oleh banyak akademisi dianggap sebagai salah satu drama televisi terbaik sepanjang masa.
Ransone kemudian kembali bekerja sama dengan kreator “The Wire” David Simon dalam miniseri perang “Generation Kill” (2008), memerankan Cpl. Josh Ray Person dalam adaptasi nonfiksi tentang invasi Irak. Ia juga membangun reputasi kuat di genre horor melalui perannya sebagai “Deputy So and So” di “Sinister” (2012) dan “Sinister 2” (2015).
Pada 2019, ia kembali meraih sorotan global dengan memerankan Eddie Kaspbrak dewasa dalam “It: Chapter Two”, sekuel film horor berbasis novel Stephen King yang meraup lebih dari 470 juta dolar AS di box office global, menjadikannya salah satu film horor terlaris dekade ini.
Di balik kesuksesan kariernya, Ransone kerap berbicara secara terbuka tentang perjuangan panjangnya melawan kecanduan dan trauma masa kecil. Dalam wawancara dengan media dan unggahan di media sosial, ia mengaku pernah kecanduan heroin selama sekitar lima tahun hingga usia 27 tahun, dengan utang mencapai puluhan ribu dolar, sebelum akhirnya berhasil berhenti dan kembali fokus pada akting.
Pada 2021, ia mengungkap di Instagram bahwa ia menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang tutor matematika saat berusia 12 tahun, sebuah pengalaman yang menurutnya berkontribusi pada masalah kecanduan dan kesehatan mental di kemudian hari. Laporan media lokal seperti The Baltimore Sun dan ringkasan kasus di Wikipedia mencatat bahwa ia melaporkan dugaan tersebut ke polisi Baltimore County, meski kasus itu tidak berlanjut ke tuntutan pidana.
Kematian James Ransone menambah daftar panjang kasus bunuh diri di kalangan pekerja seni dan hiburan yang beberapa tahun terakhir menjadi perhatian peneliti dan pembuat kebijakan. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa bunuh diri menjadi penyebab kematian ke-11 di Amerika Serikat pada 2022, dengan lebih dari 49.000 kematian—angka tertinggi yang pernah tercatat secara nasional.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Affective Disorders menemukan bahwa pekerja seni dan hiburan memiliki risiko yang relatif lebih tinggi mengalami gangguan mood dan kecemasan dibanding populasi umum, dipengaruhi oleh tekanan kerja yang tinggi, ketidakpastian finansial, dan ekspos publik yang intens. Organisasi advokasi seperti National Alliance on Mental Illness (NAMI) menekankan pentingnya akses terhadap layanan kesehatan mental yang terjangkau dan bebas stigma, termasuk bagi komunitas kreatif.
Ransone meninggalkan seorang istri, Jamie McPhee, dan dua anak mereka. Dalam unggahan emosional di Instagram yang kemudian dikutip oleh berbagai media hiburan termasuk AOL Entertainment, McPhee menulis bahwa ia telah “mencintai [Ransone] seribu kali sebelumnya” dan akan terus mencintainya lagi, seraya menyebut suaminya sebagai ayah dari “hadiah terbesar” dalam hidup: kedua anak mereka.
Sejumlah aktor dan sineas yang pernah bekerja sama dengannya—termasuk kolega dari “The Wire”, sutradara Spike Lee, hingga rekan mainnya di film indie “Tangerine”—menyampaikan duka dan menyebut Ransone sebagai sosok yang “brilian”, “tanpa kompromi dalam berakting”, dan “penuh empati di luar layar,” sebagaimana dirangkum oleh sejumlah liputan obituari di berbagai media.
Kisah hidup dan kematian James Ransone mencerminkan kompleksitas perjalanan banyak pekerja seni: antara pengakuan profesional dan pergulatan personal yang seringkali tersembunyi. Di tengah gelombang duka, organisasi dan otoritas kesehatan kembali mengingatkan pentingnya mengenali tanda-tanda risiko bunuh diri dan mencari bantuan sedini mungkin.
Di Amerika Serikat, siapa pun yang mengalami krisis dapat menghubungi Suicide & Crisis Lifeline di 988 melalui telepon, SMS, atau chat daring yang tersedia 24 jam, seperti juga ditegaskan dalam laporan-laporan media mengenai kematian Ransone. Di Indonesia, layanan serupa masih berkembang, tetapi berbagai organisasi nirlaba dan komunitas kesehatan mental menyediakan konseling daring, dukungan sebaya, dan edukasi publik untuk menekan stigma seputar depresi dan bunuh diri.
Warisan James Ransone barangkali tidak diukur dari jumlah peran utama blockbuster, melainkan dari intensitas dan kedalaman yang ia bawa ke setiap karakter—entah itu dockworker bermasalah di Baltimore, marinir cemas di Irak, atau pria dewasa yang masih dihantui trauma masa kecil di film horor beranggaran besar. Perannya di “The Wire” dan “It: Chapter Two” akan terus dikenang sebagai contoh bagaimana aktor karakter dapat mengubah figur yang rumit dan tidak selalu simpatik menjadi potret kemanusiaan yang menggugah.
Di saat yang sama, kepergiannya menjadi pengingat bahwa di balik layar—dan di balik tepuk tangan—masih ada pekerjaan besar untuk memastikan bahwa para seniman dan pekerja kreatif mendapat dukungan kesehatan mental yang nyata, sistematis, dan berkelanjutan.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.