Rayakan 4 Kali Natal dalam Perang, Zelensky Berharap Putin Binasa

AI-assistedNewsFrasa

6 Min to read

Untuk keempat kalinya sejak invasi besar-besaran Rusia pada Februari 2022, Ukraina merayakan Natal dalam bayang-bayang perang. Tahun ini, pesan Presiden Volodymyr Zelensky lebih tajam dari sebelumnya. Dalam pidato Natal yang emosional, ia secara terbuka mengungkapkan harapan agar Presiden Rusia Vladimir Putin “binasa”, sebuah ungkapan kemarahan dan keputusasaan yang mencerminkan kelelahan bangsa yang telah terlalu lama hidup di garis api.

black and white star wars wall art

Image Illustration. Photo by Alessandro Armignacco on Unsplash

Natal keempat di tengah sirene udara

Bagi jutaan warga Ukraina, bunyi sirene serangan udara dan dentuman rudal telah menjadi latar suara perayaan keagamaan mereka selama hampir empat tahun terakhir. Sejak invasi penuh dimulai pada 24 Februari 2022, perang telah menelan puluhan ribu korban sipil dan memicu salah satu krisis pengungsian terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II, dengan lebih dari 5,7 juta pengungsi Ukraina di luar negeri dan sekitar 3,7 juta orang mengungsi di dalam negeri.

Dalam konteks inilah Zelensky menyampaikan pidato Natal terbaru. Menyebut penderitaan panjang bangsanya, ia menyatakan bahwa banyak warga Ukraina tidak lagi berharap pada kompromi politik, melainkan pada musnahnya sumber agresi itu sendiri — sebuah rujukan jelas pada Putin yang memicu kontroversi di panggung internasional.

Dari doa damai menjadi doa kehancuran lawan

Nada pidato Natal Zelensky berevolusi seiring jalannya perang. Pada tahun-tahun awal, pesan utamanya masih berkisar pada harapan gencatan senjata, pemulihan wilayah, dan dukungan internasional jangka panjang. Tahun ini, di tengah serangan rudal dan drone yang kembali meningkat pada musim dingin, Zelensky memilih kata-kata yang jauh lebih keras. Dalam sebuah pernyataan yang luas dikutip media internasional, ia menyampaikan harapan agar pemimpin Kremlin itu “binasa”, mencerminkan sentimen publik di negaranya yang lelah dan marah setelah tiga tahun pertempuran tanpa akhir yang jelas.

Pidato tersebut datang bersamaan dengan gelombang serangan udara terbesar dalam beberapa bulan terakhir, ketika Rusia meluncurkan lebih dari seratus drone ke berbagai kota Ukraina, sementara Kyiv meningkatkan serangan balik terhadap sasaran militer dan infrastruktur energi di wilayah Rusia. Eskalasi ini menggarisbawahi paradoks Natal di Ukraina: hari yang secara tradisional identik dengan kedamaian kini menjadi simbol ketahanan di tengah konflik berkepanjangan.

Perang yang memasuki tahun keempat

Secara formal, Ukraina kini memasuki tahun keempat invasi skala penuh Rusia. PBB melalui badan pengungsi UNHCR memperkirakan lebih dari 49.000 korban sipil, termasuk hampir 13.900 kematian, telah terverifikasi hingga pertengahan 2025. Angka sebenarnya diyakini lebih tinggi karena banyak wilayah garis depan sulit diakses oleh pengamat independen.

Dari sisi kemanusiaan, beban perang hampir tak tertanggungkan. Sekitar 12,7 juta penduduk Ukraina diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan multipihak pada 2025, mulai dari makanan, air bersih, tempat tinggal darurat hingga dukungan kesehatan mental. Badan PBB itu mencatat bahwa lebih dari 2 juta rumah — sekitar 10 persen stok perumahan Ukraina — telah rusak atau hancur, meninggalkan jutaan keluarga tanpa tempat tinggal yang layak.

Natal di pengungsian dan ruang bawah tanah

Perayaan Natal di Ukraina kini terpecah antara mereka yang masih bertahan di tanah air dan mereka yang merayakan di pengungsian. Menurut USA for UNHCR, lebih dari 6,9 juta pengungsi Ukraina tercatat di berbagai negara, sementara sekitar 3,7 juta orang mengungsi di dalam negeri. Banyak dari mereka menghabiskan malam Natal di pusat-pusat penampungan, asrama darurat, atau rumah-rumah kerabat di luar negeri.

Bagi yang tetap tinggal di kota-kota seperti Kyiv, Kharkiv, atau Odesa, misa tengah malam sering kali disertai peta rute menuju bunker terdekat. Sejak awal perang, serangan udara besar Rusia berulang kali menargetkan infrastruktur energi Ukraina, membuat jutaan warga mengalami pemadaman berhari-hari pada musim dingin. PBB mencatat bahwa serangan ke jaringan listrik dan pemanas telah “berulang kali membuat warga terjerumus ke dalam kegelapan dan suhu beku”, termasuk pada periode Natal.

Doa, politik, dan kalkulasi diplomatik

Ungkapan kemarahan Zelensky terhadap Putin tidak berdiri sendiri. Dalam beberapa hari menjelang Natal, ia juga mempromosikan sebuah rancangan rencana damai 20 poin yang baru, hasil revisi dari proposal sebelumnya yang dikritik terlalu menguntungkan Moskow. Rencana ini, yang dibahas bersama utusan khusus Amerika Serikat, berupaya memetakan cara menghentikan pertempuran, mengamankan fasilitas nuklir, dan pada akhirnya menggelar pemilu di Ukraina setelah tercapai kesepakatan politik.

Namun di hadapan publik domestik, Zelensky perlu menunjukkan sikap keras yang konsisten dengan pengorbanan besar militer dan warga sipil Ukraina. Seruan agar Putin “binasa” sekaligus menjadi pesan simbolik kepada sekutu Barat bahwa Kyiv tidak siap menerima perdamaian apa pun yang melegitimasi pendudukan wilayah atau membuka peluang agresi ulang di masa depan.

Biaya ekonomi dan sosial perang berkepanjangan

Di luar ranah militer dan diplomasi, perang yang memanjang ke Natal keempat telah menggerus fondasi ekonomi dan sosial Ukraina. Bank Dunia memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Ukraina anjlok sekitar 29 persen pada 2022, salah satu kontraksi terdalam di dunia tahun itu. Meski pada 2023–2024 ekonomi menunjukkan tanda pemulihan bertahap, investasi swasta tetap rapuh dan sangat bergantung pada bantuan keuangan eksternal.

Sektor energi, tulang punggung aktivitas industri dan kehidupan rumah tangga, menjadi salah satu sasaran utama serangan Rusia. Laporan Human Rights Watch dan lembaga pemantau lain mendokumentasikan serangan berulang terhadap infrastruktur listrik dan panas yang berdampak pada jutaan warga sipil pada musim dingin. Dalam konteks ini, Natal tak hanya soal ibadah, tetapi juga soal bertahan hidup — memastikan ada pemanas yang menyala dan generator cadangan yang berfungsi.

Harapan yang tersisa: keadilan dan kepulangan

Meski retorika Zelensky terdengar keras, berbagai survei terhadap pengungsi menunjukkan bahwa harapan utama warga Ukraina tetaplah sederhana: pulang dan hidup normal kembali. Survei niat kepulangan yang dilakukan UNHCR pada 2025 menunjukkan sekitar 57 persen pengungsi dan 69 persen pengungsi internal ingin kembali ke kampung halaman suatu hari nanti, dengan syarat ada jaminan keamanan, rumah, layanan sosial, dan pekerjaan yang layak.

Di banyak gereja Ukraina, doa Natal tahun ini tidak hanya memohon kemenangan di medan perang, tetapi juga keadilan atas kejahatan perang dan dugaan deportasi puluhan ribu anak Ukraina ke Rusia. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin pada 2023 terkait pemindahan paksa anak-anak, menambah dimensi hukum internasional dalam konflik ini.

Menanti Natal kelima: damai atau perang tanpa akhir?

Pernyataan keras Zelensky tentang harapan agar Putin binasa mungkin akan memperdalam ketegangan dengan Moskow dan memicu perdebatan di antara sekutu Barat yang mulai dihantui kelelahan perang. Namun bagi banyak warga Ukraina, ucapan itu terdengar sebagai artikulasi jujur atas rasa sakit, kehilangan, dan kemarahan yang menumpuk sejak 2022.

Saat lilin-lilin Natal kembali dinyalakan di gereja-gereja yang jendelanya dilapisi karung pasir, pertanyaan besar tetap menggantung: apakah Natal kelima sejak invasi akan dirayakan dalam damai, atau kembali diwarnai ledakan rudal dan sirene udara? Jawabannya akan sangat ditentukan oleh medan tempur, ruang perundingan, dan sejauh mana dunia bersedia mempertahankan perhatian dan dukungannya pada perang yang perlahan berubah menjadi konflik berkepanjangan.

You've reached the juicy part of the story.

Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.

Free forever. No credit card. Just great reading.