Image Illustration. Photo by Venti Views on Unsplash
Jika benar disetujui, merger ini akan melahirkan raksasa baru yang memadukan dominasi distribusi streaming global Netflix dengan perpustakaan konten berusia seabad milik Warner Bros—mulai dari HBO hingga DC Studios. Namun di balik optimisme pelaku pasar, muncul pula kekhawatiran: apakah ini akan menciptakan “superpower” streaming yang sulit ditandingi, atau justru mendekati monopoli baru di era pasca-televisi?
Netflix dan Warner Bros. Discovery pada awal Desember 2025 mengonfirmasi kesepakatan akuisisi dengan valuasi perusahaan sekitar US$82,7 miliar, dalam salah satu transaksi terbesar dalam sejarah industri hiburan modern. Menurut analisis Motion Picture Association, entitas gabungan diperkirakan meraup pendapatan tahunan sekitar US$6,6 miliar hanya dari kawasan Asia Pasifik, mencerminkan skala global yang jauh melampaui studio tradisional. [MPA]
Transaksi ini bukan hanya soal besarnya nilai, tetapi juga tentang kombinasi aset: Netflix membawa lebih dari 300 juta pelanggan global dan posisi kuat dalam waktu tonton televisi di AS, sementara WBD menyumbang warisan IP seperti Harry Potter, Game of Thrones, DC Universe, dan katalog HBO. Sejumlah analis menilai, penggabungan ini berpotensi “mengubah keseimbangan kekuatan di Hollywood” dengan menciptakan entitas tunggal yang unggul dalam skala, data penonton, dan daya tawar terhadap kreator maupun distributor lain. [analisis industri]
Bahkan sebelum akuisisi, Netflix sudah memimpin pasar streaming global dengan sekitar 300 juta pelanggan berbayar di seluruh dunia, setelah menembus tonggak 300 juta pada akhir 2024. [data pelanggan global Netflix] Di AS, berbagai riset memperkirakan Netflix menguasai sekitar 21–22% pangsa pasar layanan streaming berlangganan, bersaing ketat dengan Amazon Prime Video. [pangsa pasar AS]
Dari sisi konsumsi, streaming kini mendominasi cara orang Amerika menonton televisi. Laporan Nielsen menunjukkan streaming menyumbang sekitar 44–45% total penggunaan TV di AS pada pertengahan 2025, jauh melampaui siaran dan kabel yang masing-masing berada di kisaran 20–24%. [Nielsen] Dalam metrik waktu tonton TV nasional, Netflix sendiri menyumbang sekitar 7,5–8,3% dari total jam menonton, menjadikannya satu-satunya layanan streaming individu yang mampu menandingi kanal siaran besar. [The Gauge]
Secara kasat mata, menggabungkan pemimpin global streaming dengan salah satu studio terbesar di dunia terdengar seperti resep pasti untuk pengetatan antitrust. Namun pakar regulasi yang diwawancarai Deadline berpendapat sebaliknya: struktur industri media saat ini justru memberi Netflix argumen kuat bahwa konsumen masih punya banyak alternatif—dari Disney+, Amazon Prime Video, Apple TV+, hingga berbagai layanan FAST gratis yang kian populer.
Dalam kerangka hukum antitrust AS, otoritas seperti Departemen Kehakiman (DOJ) dan Federal Trade Commission (FTC) biasanya memusatkan perhatian pada apakah konsumen akan menghadapi harga lebih tinggi, kualitas lebih rendah, atau berkurangnya pilihan. Netflix dapat berargumentasi bahwa pasar video hiburan jauh lebih luas dari sekadar streaming berlangganan: kompetisinya mencakup media sosial, game, dan bahkan platform video pendek seperti TikTok. Dengan demikian, penggabungan dengan WBD tetap menyisakan deretan pesaing besar lain, dari Disney hingga YouTube.
Tambahan lagi, preseden historis menunjukkan pemerintah AS sering kali lebih terbuka terhadap integrasi vertikal—misalnya platform distribusi mengakuisisi produsen konten—dibanding merger horizontal antar pesaing langsung. Meskipun WBD mengoperasikan layanan Max yang bersaing dengan Netflix, regulator dapat melihat dimensi vertikal yang kuat: Netflix memperkuat pasokan konten premium, sementara studio memperoleh akses distribusi global yang lebih efisien. Pola serupa pernah muncul dalam penilaian terhadap merger AT&T–Time Warner pada akhir 2010-an, yang akhirnya tetap berjalan meski sempat digugat DOJ.
Sikap publik dan politik juga terbelah. Di satu sisi, survei menunjukkan hampir seluruh rumah tangga di AS kini menggunakan sedikitnya satu layanan streaming, dengan rata-rata 2,9–4,1 langganan per rumah tangga—indikasi bahwa konsumen terbiasa berpindah dan menumpuk beberapa layanan sekaligus. [survei konsumen] Di sisi lain, adanya gugatan class action konsumen di pengadilan federal California yang menuduh merger ini akan “mengurangi persaingan signifikan” menjadi sinyal bahwa jalur hukum di luar regulator resmi juga patut diperhitungkan. [gugatan konsumen Netflix–WBD]
Tetapi veteran regulasi yang diwawancarai Deadline menilai bahwa, pada akhirnya, kalkulus politik akan membuat Trump “naik kapal” dan mendukung kesepakatan—baik secara eksplisit maupun melalui tekanan halus terhadap regulator. Alasannya: deal bernilai puluhan miliar dolar yang menjanjikan investasi dan lapangan kerja baru di sektor kreatif bisa diposisikan sebagai kemenangan ekonomi di bawah pemerintahannya, terutama menjelang pemilu berikutnya.
Bagi kreator, kombinasi ini berpotensi berarti satu pintu yang sangat besar namun juga sangat dominan: satu platform yang mengendalikan distribusi global dan menguasai IP franchise terbesar. Di masa depan, ini dapat menekan tarif lisensi atau membatasi ruang negosiasi kreator independen. Bagi konsumen, risiko terbesar bukan hanya kenaikan harga berlangganan, tetapi juga berkurangnya keberagaman suara ketika semakin banyak judul besar “terkunci” di satu ekosistem tertutup.
Namun, hingga kini data pasar masih menunjukkan kompetisi yang cukup hidup. Penelitian terbaru memperkirakan Amazon Prime Video memimpin pasar streaming AS dengan pangsa 22%, diikuti Netflix 21%, sementara pemain lain seperti Max, Disney+, Hulu, dan Paramount+ masih memegang potongan signifikan dari kue pasar. Artinya, bahkan setelah merger, Netflix–WBD tetap harus bersaing merebut waktu tonton dan dompet konsumen yang kian selektif.
Bagi penonton, implikasi jangka pendek kemungkinan berupa konsolidasi konten: judul-judul HBO dan Warner Bros bisa bermigrasi permanen ke Netflix, mengurangi kebutuhan untuk menyalakan beberapa aplikasi sekaligus. Namun di jangka menengah, jika kekuatan tawar Netflix–WBD terlalu besar, ruang diskon dan paket murah bisa menyempit—terutama bila pesaing lebih kecil kewalahan mengejar investasi konten dan teknologi recommendation engine yang mahal.
Pakar regulasi yang menyebut “the deal gets done” boleh jadi menangkap arah besar dinamika kekuasaan baru di industri hiburan: regulator yang semakin realistis terhadap skala global raksasa teknologi, dan politisi yang melihat mega-deal sebagai simbol kekuatan ekonomi nasional. Jika prediksi itu benar, akuisisi Netflix atas Warner Bros. Discovery tidak hanya akan mengubah peta industri, tetapi juga mungkin menandai berakhirnya fase “perang streaming” seperti yang kita kenal selama satu dekade terakhir—digantikan era dominasi beberapa superpower hiburan dengan jangkauan nyaris tanpa batas.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.