Lebih dari enam tahun setelah kematian Jeffrey Epstein di sel tahanan New York dan enam tahun setelah wawancara kontroversial BBC Newsnight, hubungan Andrew Mountbatten-Windsor—sebelumnya dikenal sebagai Pangeran Andrew, Duke of York—dengan sang pelaku kejahatan seksual kelas kakap itu tetap menjadi “cerita yang tak mau pergi”. Episode Newsnight berjudul “Prince Andrew & the Epstein Scandal” yang tayang 16 November 2019 bukan hanya menjadi salah satu wawancara paling ditonton dalam sejarah program berita BBC, tetapi juga memicu krisis reputasi berkepanjangan bagi monarki Inggris.
Image Illustration. Photo by Aleksandar Popovski on Unsplash
Jeffrey Epstein adalah finansier Amerika yang membangun jaringan sosial hingga ke lingkaran elite politik, bisnis, dan kerajaan. Ia pertama kali dinyatakan bersalah atas kejahatan seks pada 2008 di Florida dan kembali ditangkap pada Juli 2019 dengan tuduhan perdagangan seks anak di bawah umur di New York dan Florida. Jaksa federal menuduhnya mengeksploitasi puluhan gadis—banyak di antaranya berusia 14 tahun—selama bertahun-tahun melalui skema perekrutan dan pemaksaan di berbagai properti mewahnya. Dakwaan 2019 menggambarkan pola pelecehan terhadap “puluhan gadis di bawah umur” selama periode 2002–2005.
Image Illustration. Photo by Brett Jordan on Unsplash
Epstein ditemukan tewas di sel tahanan federal pada Agustus 2019, dalam apa yang dinyatakan sebagai bunuh diri oleh kantor pemeriksa medis kota New York. Namun kematiannya justru memperbesar sorotan publik terhadap jaringan relasi dan kemungkinan pelaku lain yang belum tersentuh hukum, dari sosialita Ghislaine Maxwell hingga tokoh-tokoh berprofil tinggi di seluruh dunia.
Andrew pertama kali menjelaskan secara terbuka hubungan pribadinya dengan Epstein melalui wawancara eksklusif dengan Newsnight pada November 2019. Dalam wawancara itu, ia mengatakan bertemu Epstein pada 1999 melalui Ghislaine Maxwell, meski pernyataan itu bertentangan dengan keterangan mantan sekretaris pribadinya yang menyebut pertemuan terjadi pada awal 1990-an. Kontradiksi ini kemudian dicatat dalam laporan media dan biografi resmi mengenai dirinya.
Hubungan Andrew dengan Epstein telah lama menjadi sumber spekulasi, terutama setelah munculnya foto terkenal yang menunjukkan Andrew merangkul pinggang Virginia Giuffre (saat itu Virginia Roberts) di rumah Maxwell di London pada 2001. Giuffre menuduh bahwa ketika berusia 17 tahun, ia diperdagangkan secara seksual oleh Epstein dan Maxwell untuk melakukan hubungan seksual dengan Andrew di London, New York, dan Kepulauan Virgin AS. Andrew secara konsisten membantah pernah melakukan pelecehan terhadap Giuffre atau mengetahui eksploitasi seksual oleh Epstein.
Wawancara Newsnight berdurasi 58 menit itu, yang direkam di Istana Buckingham dan disiarkan pada 16 November 2019, segera dikenal sebagai salah satu “car crash interview” paling spektakuler dalam sejarah media Inggris. Andrew menyatakan bahwa ia “tidak menyesal” menjalin persahabatan dengan Epstein karena “kesempatan dan pengetahuan” yang ia peroleh dari jaringan tersebut—pernyataan yang memicu kemarahan luas publik.
Respon publik sangat negatif. Beberapa komentator komunikasi politik menyebut wawancara itu sebagai “nuclear explosion level bad” bagi monarki. Survei YouGov beberapa hari setelah siaran menunjukkan sekitar 59% responden Inggris percaya bahwa Andrew memiliki penilaian buruk dalam memilih pertemanan, dan lebih dari separuh responden menganggap ia harus mengundurkan diri dari tugas resmi kerajaan.
Hanya beberapa hari setelah wawancara, Istana Buckingham mengumumkan bahwa Andrew akan “mundur dari tugas publik untuk masa yang akan datang”. Keputusan itu secara luas dipahami sebagai pemecatan de facto dari peran resmi kerajaan. Pada 2020, BBC melaporkan bahwa ia secara permanen menarik diri dari peran-peran publiknya. Kontroversi berlanjut hingga 2022 ketika Andrew dicopot dari jabatan militer kehormatan dan dilarang lagi menggunakan gelar HRH dalam konteks resmi.
Pada Oktober 2025, di tengah tekanan publik dan politik yang tak mereda, ia kehilangan gelar pangeran dan gelar kebangsawanannya “Duke of York”, dan sejak itu secara resmi dikenal sebagai Andrew Mountbatten-Windsor. Langkah ini dipandang sebagai salah satu tindakan disipliner paling drastis terhadap anggota senior keluarga kerajaan modern.
Pada Agustus 2021, Virginia Giuffre mengajukan gugatan perdata di pengadilan federal New York, menuduh Andrew melakukan pelecehan seksual ketika ia masih di bawah umur, dengan dasar Undang-Undang Korban Anak New York. Pengacara Andrew berupaya keras menggugurkan perkara dengan berargumen bahwa kesepakatan 2009 antara Giuffre dan Epstein melindungi klien mereka dari tuntutan. Namun pada 12 Januari 2022, Hakim Lewis A. Kaplan menolak permohonan itu dan memutuskan kasus dapat dilanjutkan ke persidangan.
Sebulan kemudian, pada 15 Februari 2022, para pihak mengumumkan tercapainya penyelesaian di luar pengadilan. Dalam pernyataan bersama, Andrew mengakui bahwa “diketahui secara umum bahwa Jeffrey Epstein memperdagangkan banyak gadis muda selama bertahun-tahun” dan menyatakan penyesalan atas hubungannya dengan Epstein. Media Inggris memperkirakan nilai penyelesaian mencapai sekitar £12 juta (sekitar US$16,3 juta), sebagian untuk Giuffre dan sebagian untuk lembaga amal korban perdagangan manusia yang ia dirikan.
Secara hukum, penyelesaian perdata antara Giuffre dan Andrew mengakhiri satu jalur litigasi besar terkait Epstein. Namun, dalam ranah opini publik, kasus ini jauh dari kata selesai. Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa kisah Andrew dan Epstein terus hidup: ketidakpastian hukum, keterbatasan transparansi, dan daya tarik naratif tentang kekuasaan yang tak tersentuh.
Pertama, penyelidikan terkait jejaring Epstein masih berlangsung di beberapa yurisdiksi. Ghislaine Maxwell dijatuhi hukuman 20 tahun penjara pada 2022 atas perannya merekrut dan memanipulasi gadis-gadis untuk Epstein, namun dokumen pengadilan menunjukkan upaya FBI mengidentifikasi “co-conspirators” lain, termasuk nama-nama seperti Jean-Luc Brunel dan Leslie Wexner. Rilis bertahap ribuan dokumen terkait Epstein oleh pengadilan AS dan Departemen Kehakiman sejak 2019 terus memunculkan fragmen baru tentang lingkaran pergaulannya.
Kedua, skala kejahatan Epstein—“puluhan” korban yang diakui jaksa, dan kemungkinan ratusan lainnya menurut klaim-klaim sipil—menciptakan tuntutan publik akan pertanggungjawaban yang lebih luas. Menurut data gugatan dan penyelidikan, sedikitnya 36 perempuan tercantum sebagai korban dalam penyelesaian kompensasi Epstein di Virgin Islands pada 2020, dengan total pembayaran lebih dari US$120 juta. Bagi banyak aktivis, penyelesaian pribadi Andrew dengan salah satu korban utama Epstein tidak cukup menjawab pertanyaan apakah ada bentuk akuntabilitas pidana atau institusional lain yang seharusnya terjadi.
Kisah Andrew dan Epstein juga bertahan karena terus direinterpretasi dalam budaya populer. Dokumenter Netflix tentang Epstein, liputan investigatif panjang dari berbagai media, dan yang terbaru film drama Inggris “Scoop” (2024) yang mengisahkan proses di balik layar tim Newsnight dalam mendapatkan wawancara dengan Andrew, menunjukkan betapa besar daya tarik cerita ini bagi penonton global. Film dan dokumenter semacam itu memperpanjang umur isu, memperkenalkan detail-detail kasus ke generasi baru yang mungkin tidak menyaksikan liputan aslinya pada 2019–2020.
Di sisi lain, keberanian korban seperti Virginia Giuffre dan puluhan perempuan lain untuk bersuara secara terbuka memicu perubahan nyata: dari tekanan publik yang membuat pejabat mundur hingga reformasi hukum mengenai batas waktu penuntutan kasus kekerasan seksual terhadap anak di beberapa negara bagian AS. Dinamika inilah yang membuat kisah Andrew dan Epstein tidak pernah benar-benar selesai—ia terus digunakan sebagai studi kasus tentang bagaimana kekuasaan, media, dan suara korban saling berkelindan.
Bagi BBC, episode Newsnight 2019 itu menjadi tonggak jurnalisme investigatif—sebuah wawancara yang, meski dikritik karena memberikan panggung pada seorang figur bermasalah, sekaligus membuka tabir bagaimana seorang anggota keluarga kerajaan merespons tuduhan paling serius dalam hidupnya. Bagi Andrew, wawancara itu menandai akhir karier publik dan awal status permanen sebagai simbol krisis reputasi monarki modern.
Selama dokumen baru terus dirilis, korban terus bersuara, dan budaya populer terus mengangkat kembali narasi ini, kisah Andrew dan Epstein tampaknya akan tetap menjadi “cerita yang tak mau pergi”—sebuah cermin yang memaksa publik menatap langsung pada relasi antara kekuasaan, impunitas, dan keadilan bagi korban kekerasan seksual.
You've reached the juicy part of the story.
Sign in with Google to unlock the rest — it takes 2 seconds, and we promise no spoilers in your inbox.
Free forever. No credit card. Just great reading.